Alya gelisah.  Peluhnya membanjir,  mengalir dari kepala sampai membuat ketiak dan punggungnya gatal. Bagaimana bisa  tidur jika Alya sadar jika dirinya berada di kamar asing. Suara AC yang berisik pun bukan miliknya. Ia terjebak entah sejak berapa lama. Yang Alya ingat sebelum ia sadar dari tidur panjang, dirinya masih ada di mobilnya sendiri, hendak pulang dari kantor.
Beberapa menit berpikir, kepala Alya pusing. Lalu ia mendengar suara pintu kamar asing dibuka, kunci berputar seiring degup jantung Alya yang semakin cepat. Hitungan menuju kematian dimulai.
"Aku akan mati." Pikir Alya, mengira-ngira siapa  yang menculik dan menyekapnya.
Tak ada siapapun yang masuk kamar. Alya jadi makin penasaran. Ia beranikan diri membuka pintu dan tidak ada siapa-siapa di sana.
Ada darah. Lantai marmer putih gading yang asing di mata Alya itu dipenuhi ceceran darah. Anyir. Bulu kuduk Alya meremang. Alya memeriksa tubuhnya sendiri, apa ia sudah mati? Apakah sekarang ia menjadi setan penasaran?
"Mati, mati. Dia mati."
Suara itu bergema. Ngeri.
Alya memasuki kamar lainnya. Dua orang perempuan terikat, perut penuh noda darah.
"Mati, mati. Mereka mati." Suara itu bergema lagi.
Alya memekik. Lalu jatuh terduduk. Darah di lantai menempel di blus kuningnya.
"Selamat tinggal, Alya Baik Hati. Ini malam perpisahanmu dengannya, mati. Selamat datang di pesta kematian orang-orang menyebalkan itu." Suara mengerikan itu keluar dari tenggorokan Alya sendiri.
Ia menunduk lalu ingat, dua orang yang mati itu pernah merebut pacarnya dan menyiksanya.
"Ha ha, mati. Selamat tinggal Alya Baik Hati." Teriak Alya yang lupa jika beberapa menit sebelumnya ketakutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H