Ehem, mumpung aku sedang curhat di sini, boleh tidak aku mampir menuliskan sbeuah puisi sungguhan. Boleh ya diary? Hitung-hitung latihan kalau saja aku berani menuliskan untuknya lewat surat yang dibungkus dalam bungkus tak bernama. Aku tak mau memakai kaleng, karena kalau salah lempar malah bisa dikutuk orang.
Judulnya. ‘Kita, Menghilang lalu Buram’
Kita ini apa?
Saling memendam rasa, terdeteksi dari jendela mata
Mengerjap lebih sedikit tiap kali saling menghadap
Tapi bibir masih saja dilem dengan semen anti buka
Â
Kalau saja kukira semua pendar itu akan menghilang
Mengapa sudut hatiku masih bisa memperkirakan kapan kamu akan datang berkunjung
Mungkinkah karena aku memang peka
Atau rasaku saja yang terlalu mengada-ada?