Mohon tunggu...
Healthy Pilihan

Stunting dan Masa Depan Indonesia

5 April 2018   08:00 Diperbarui: 6 April 2018   07:27 1662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.health.kompas.com

Anak stunting(bertubuh pendek) merupakan indikasi kurangnya asupan gizi, baik secara jumlah maupun kualitas yang tidak terpenuhi sejak bayi bahkan sejak dalam kandungan. Kondisi ini menyebabkan anak memiliki tinggi badan cenderung pendek pada usianya. Masalah stunting menjadi isu besar masalah kesehatan dibanyak negara khususnya di Indonesia. Indonesia menjadi salah negara dengan penduduk yang mempunyai angka prevalensi stunting ke-5 terbesar didunia yang dibuktikan dengan data terbaru dari Riskesdas tahun 2013, angka stunting mencapai 37,2 % hal ini berarti ada 9 juta anak yang mengalami stunting. 

Tentu masalah stunting ini berdampak pada semua aspek kehidupan. Berbicara stunting memang tidak hanya membahas soal makanan atau kesehatan saja. Lebih dari itu, stunting mempunyai kajian yang lebih luas yang berdampak pada perekonomian, daya saing negara serta pembangunan di Indonesia. 

Tentu hal ini menjadi beban berat bagi bangsa Indonesia. Masa depan bangsa Indonesia lahir dari generasi yang sehat. Hal ini menjadi suatu aset yang berharga bagi bangsa Indonesia, yang mana peran generasi saat ini adalah penentu dimasa yang akan datang. 

Dengan hal ini, tentu bangsa Indonesia perlu merawat generasi masa kini agar menjadi generasi yang mampu berkarya dan bersaing dengan negara-negara lain. Urgensi permasalahan mengenai stunting adalah hal perlu untuk diberikan perhatian serius, karena sampai anak tersebut meninggal produktifitasnya tidak mencapai titik yang optimal.

Generasi yang tumbuh optimal atau tidak stuntingmemiliki tingkat kecerdasan yang lebih baik jika dibandingkan dengan generasi yang mengalami stunting, mereka yang tidak stunting akan memberikan daya saing yang baik dibidang pembangunan dan ekonomi. 

Disamping itu, pertumbuhan yang optimal dapat mengurangi beban terhadap risiko penyakit degeneratif sebagai dampak sisa yang terbawa dari dalam kandungan. Penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, jantung, ginjal merupakan penyakit yang membutuhkan biaya pengobatan yang tinggi. 

Dengan demikian, bila pertumbuhan stunting dapat dicegah, maka diharapkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia bisa lebih baik, tanpa dibebani oleh biaya- biaya pengobatan terhadap penyakit degeneratif. Permasalahan sekarang angka stunting sudah berdampak pada perekonomian, daya saing negara serta pembangunan di Indonesia. Tentu, ini menjadi persoalan serius bagi bangsa Indonesia. Bagaimana bangsa Indonesia menghadapinya?

Pemerintah Indonesia sudah sangat banyak melakukan pembenahan atas masalah ini, melalui berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan salah satunya Peraturan Presiden nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk percepatan perbaikan gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). 

Namun lahirnya kebijakan ini belum bisa menuntaskan masalah stunting di Indonesia, angka stunting masih saja pada garis darurat. Hal ini didukung dari survey yang pernah dilakukan oleh ahli-ahli di Indonesia bahwa penurunan stunting dari tahun 1992 sampai 2013 atau selama sekitar 20 tahun hanya 4%. Tentu, hal ini menjadi koreksi besar bagi semua lini kehidupan termasuk peran tenaga kesehatan, pemangku pembuat kebijakan dan seluruh masyarakat yang menjadi perhatian khusus saat ini.

Lahirnya kebijakan pemerintah mengenai perbaikan gizi dalam 1000 HPK memang sudah cukup baik jika upaya implementasinya terorganisir dan dapat diterapkan disetiap tingkatan oleh setiap elemen yang terlibat, tetapi alangkah lebih baik jika kebijakan itu juga didukung dengan kebijakan yang baru yaitu kebijakan pemerataan pembangunan khususnya wilayah Indonesia bagian timur 

Angka stunting di Indonesia didominasi oleh Indonesia bagian Timur, yaitu NTT (48%) fakta bisa membuktikan bahwa pemerataan pembangunan untuk Indonesia bagian timur khusunya NTT masih sangat kurang jika dibandingkan dengan Indonesia bagian Sumatera maupun Jawa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun