Mohon tunggu...
Muhammad BayuRefansyah
Muhammad BayuRefansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Hubungan Residivis dengan Sistem Manajemen Lapas di Indonesia

18 Mei 2023   11:10 Diperbarui: 18 Mei 2023   11:17 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesempatan kerja yang terbatas menyebabkan kompetisi besar dalam memiliki pekerjaan. Selain itu, pengangguran tinggi adalah kesenjangan bagi seseorang untuk melakukan kejahatan.

Dalam sistem penjara, tujuan hukuman adalah penimbunan. Itu dimaksudkan untuk membuat penyesalan dan tidak lagi melakukan kejahatan (Harsono, 1995). Berdasarkan itu, peraturan itu rumit, bahkan sering kali tidak manusiawi. Akan tetapi, seraya waktu berlalu, perkembangan para tahanan telah berubah seperti meningkatnya kesadaran para tahanan akan keberadaan mereka sebagai manusia.

 Selain itu, dalam mencapai kesadaran dilakukan melalui tahap introspeksi, motivasi, dan pengembangan diri. Dengan demikian, para napi sadar bahwa mereka hidup sebagai manusia; Sebagai manusia yang memiliki rasa, yang memiliki budaya dan potensi sebagai makhluk tertentu. Kemudian, introspeksi dimaksudkan untuk membuat para tahanan mengetahui diri mereka sendiri. Ini dapat menyebabkan seseorang mengubah dirinya

Beberapa contoh dari kasus residivis di Indonesia. Salah satunya ada pemboman hotel kembar 2009 Jakarta, Indonesia yang dilakukan empat orang. Sebuah pernyataan yang berkaitan dengan negara islam irak dan al-Syam (ISIS) menyebut mereka "pejuang negara islam" yang "menargetkan warga negara asing dan pasukan keamanan yang dituduh melindungi mereka di ibukota indonesia".

 Dua dari empat militan itu dikenal polisi indonesia karena mereka pernah dihukum dan dipenjarakan karena melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan terorisme. Apakah keterlibatan mereka kembali dalam kekerasan mendatang?  Residivis teroris (peluang seorang teroris kembali ke ekstremisme atau kekerasan). Angka residivis sulit untuk dihitung jika tidak ada penangkapan pelacakan database nasional, keyakinan dan pelepasan dalam waktu yang tepat. Pada tahun 2013, lembaga kontraterorisme nasional indonesia BNPT mengatakan 25 dari 300 teroris yang dibebaskan dari penjara "kembali ke kebiasaan teror lama mereka". Kami memperkirakan angka residivis menjadi setidaknya 15 persen sekarang berdasarkan 47 kasus di Indonesia yang di temukan.

Yang lebih memprihatinkan adalah apa yang para residivis ini lakukan. Lima tewas dalam baku tembak dengan polisi pada tahun 2009 dan 2010, dan Sunakim dan Muhammad Ali tewas selama serangan teroris minggu lalu. Setidaknya enam pergi berperang di suriah di bawah bendera ISIS. Beberapa mulai atau bergabung dengan berbagai kelompok jihadi baru yang menargetkan petugas polisi Indonesia, termasuk Santoso, yang saat ini menjadi buronan paling dicari di Indonesia.

Dua ideolog - Aman Abdurrahman dan Abu Bakar Ba 'asyir - bahkan lebih berpengaruh dalam lingkaran jihad dengan publikasi penjara mereka dan fatwas, dan terutama setelah mereka bergabung dengan gerombolan ISIS.

Pemerintah indonesia telah menerapkan berbagai cara untuk mengurangi angka residivis, seperti program pelatihan kejuruan dan pendidikan bagi para tahanan. Namun, upaya ini tidak sepenuhnya berhasil karena sejumlah faktor, termasuk pendanaan yang tidak memadai dan kurangnya implementasi yang tepat. Kepadatan penjara di Indonesia juga menambah angka residivis yang tinggi. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah indonesia perlu meningkatkan investasinya dalam program rehabilitasi dan menyediakan fasilitas yang lebih baik bagi para narapidana. Selain itu, harus ada lebih banyak fokus pada program rehabilitasi berbasis masyarakat yang dapat membantu mengembalikan mantan narapidana ke dalam masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak kejahatan sedang meningkat. Hal ini terjadi karena banyak faktor yang mempengaruhi perilaku. Jadi, ada berbagai macam argumen dan latar belakang yang mendasari para pelaku kejahatan. Ini merupakan ancaman berat bagi masyarakat dan petugas penegak hukum, terutama karena kejahatan ini dilakukan berulang kali oleh orang atau kelompok yang sama. Jika tidak, tidak ada penyesalan dan pengendalian rasa oleh pelaku atau kelompok setelah mendapat hukuman. Sementara itu, tindakan dan reaksi penegak hukum dalam menjaga ketertiban juga keselamatan harus didukung oleh berbagai pihak, seperti masyarakat, lingkungan, pendidikan, keluarga dan lainnya. Setelah menganalisis penjelasan di atas, dapat didefinisikan bahwa aturannya adalah standardisasi perilaku. Ini berisi larangan, permintaan atau kelonggaran subjek hukum. Hal ini juga berlaku untuk melakukan tindakan terhadap para pelanggar. Singkatnya, aturan-aturan hukum diterapkan dalam mengubah dan mengelola perilaku dalam masyarakat. Perlu juga adanya pengawasan yang ketat dari pihak berwenang untuk mencegah terjadinya tindakan korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia. Selain itu, perlu juga adanya program rehabilitasi yang efektif bagi para narapidana agar mereka dapat kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif. Dalam hal ini, kolaborasi antara pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat sangat dibutuhkan. Dengan melakukan upaya-upaya tersebut secara serius dan berkelanjutan, diharapkan manajemen lapas di Indonesia dapat menjadi lebih baik sehingga dapat memberikan perlindungan serta pemulihan bagi para narapidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun