Rasanya sudah tidak asing lagi telinga kita mendengar COVID-19 atau virus Corona. Bahkan rasanya sangat bosan mendengar berita tentang virus ini. Hampir 2 bulan, pemerintah mengimbau masyarakat agar melakukan aktivitas di rumah.
Dengan memanfaatkan teknologi, aktivitas yang biasa kita lakukan di luar rumah, seperti bekerja, sekolah, mengajar, kuliah, dll, kali ini dilakukan secara online. Ya, salah satunya adalah Pembelajaran Jarak Jauh atau Kuliah Online.
Kuliah online pun mulai berlangsung saat virus Corona sudah masuk ke Indonesia dan terus bertambahnya masyarakat yang terjangkit virus ini. Tentu hal ini di lakukan untuk mencegah penyebaran virus Corona.Â
Namun, apakah kuliah online berjalan dengan baik? Ternyata, selain dapat mengatasi penyebaran virus Corona, penulis merasa kuliah online ini memiliki beberapa kendala, di antaranya:
1. Metode Pembelajaran
Proses pembelajaran yang  biasa dilakukan dengan tatap muka, kini harus dilakukan secara daring. Materi yang disampaikan pun beragam, mulai dari bentuk video, power point, Youtube, sampai dengan lembaran file yang berisi materi dan tugasnya.
Dengan pemberian materi tanpa penjelasan, membuat seseorang yang memiliki gaya belajar auditori resah, karena sulit memahami materi yang diberikan. Jika ingin memahami materi tersebut, maka harus mencari penjelasan yang lebih efektif, walupun memakan banyak waktu.
Mengutip dari laman web lpm progress.com, hasil survey Tim Litbang Progress menunjukkan 86% mahasiswa merasa kurang memahami saat diskusi dalam kuliah online, karena lebih rentan untuk terjadi kesalah pahaman baik dengan dosen ataupun antar mahasiswa.
Materi yang terkadang diberikan di luar waktu jam belajar, terkadang membuat kita sulit untuk membagi waktu. Bahkan disaat libur dan tanggal merah pun, proses belajar secara daring masih dilakukan.Â
Pemberian materi yang seperti ini, bisa membuat seseorang yang memiliki aktivitas lain selain kuliah menjadi terhambat. Duh~
2. Jaringan Internet
Pembelajaran yang dilakukan secara daring, tentu membutuhkan jaringan internet yang lancar dan kuat. Pasalnya, saat jaringan internet tidak mendukung, hal ini dapat mengganggu aktivitas proses belajar. Jaringan internet pun tentu harus memerlukan kuota internet yang cukup.
Melihat kondisi ekonomi saat pandemi seperti ini, pemasukan uang mahasiswa pun berkurang, apalagi bagi mereka yang hanya mengandalkan keuangan keluarga.Â
Tentunya, hal ini dapat  menghambat proses belajar, apabila tidak memiliki kuota internet. Hal ini juga terbukti dalam web lpm progress.com dengan 89,1% responden angket Litbang Progress bahwa mahasiswa membutuhkan kuota internet agar bisa mengikuti perkuliahan.
3. Tugas yang menumpuk
Walaupun kita #dirumahaja, tetapi tidak mengurangi jumlah pekerjaan, terutama tugas-tugas. Tugas yang hadir di setiap harinya, terkadang membuat kita lelah. Hampir setiap mata kuliah di setiap pertemuan terdapat tugas-tugas yang tak kunjung usai.
Bahkan tugas terkadang diberikan saat bukan jam perkuliahannya. Perlakuan yang seperti ini membuat kita tidak fokus dengan mata kuliah yang sedang berlangsung.Â
Bagaimana tidak? Kita yang seharusnya dihadapkan dengan materi mata kuliah lain, justu harus menerima tugas dari mata kuliah yang bukan jamnya. Hmm memang melelahkan~
Di saat sudah krisis, saatnya membakar saatnya kita mengajak kawan-kawan kita untuk sadar bahwa Kampus wajib memberikan fasilitas yang memadai serta memberikan dispensasi kuliah selama pandemi.Â
Hal ini sesuai dengan imbauan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) tentang Masa Belajar Penyelenggaraan Program Pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H