Mohon tunggu...
Refa BerlianaPutri
Refa BerlianaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Statistika Universitas Airlangga

Merupakan mahasiswa semester 2 program studi statistika di Universitas Airlangga. Memiliki ketertarikan yang besar pada bidang science, bisnis, medis. Memiliki hobi mendengarkan musik dan membaca novel.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

FOMO Produktivitas: Peluang atau Jurang?

21 Juni 2024   01:30 Diperbarui: 21 Juni 2024   01:32 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di era digital, segala hal yang berkaitan dengan media sosial akan tersebar dengan cepat. Keadaan ini dapat memicu terjadinya FOMO (Fear of Missig Out) dalam masyarakat.  FOMO (Fear of Missig Out) merupakan fenomena dimana individu akan merasa cemas dan gelisah melihat pencapaian dan kesuksesan orang lain. (Yusuf et al., 2023). 

Sehingga membuat diri individu terus berusaha terhubung dengan aktivitas aktif untuk mendapat pengakuan dari orang lain. Namun, bagaimana FOMO memengaruhi produktivitas kita? Apakah itu mendorong kita untuk mencapai lebih banyak atau justru menjadi jurang yang menghambat kemajuan kita?

FOMO menjadi sebuah permasalahan sosial karena terbukti menjadi prediktor pada beberapa perilaku yang merugikan salah satunya selalu ingin terhubung dengan media sosial sehingga rela berjam-jam mengakses media sosial untuk mengetahui aktivitas orang lain dan mengabaikan aktivitas sendiri (Putri et al., 2019). Selain itu, ketika kita terlalu sibuk mencoba untuk melakukan segalanya, kita mungkin tidak memberikan perhatian yang lebih mendalam, yang pada akhirnya dapat merugikan diri sendiri.

FOMO dapat memengaruhi produktivitas kerja, salah satunya adalah adalah mengganggu fokus. Orang yang mengalami FOMO cenderung terus-menerus merasa perlu terlibat dalam segala hal agar tidak kehilangan momen atau peluang penting. Hal ini dapat membuat mereka sulit fokus dan tidak produktif, karena pikiran yang terbagi-bagi.

Selain itu, FOMO juga bisa menyebabkan terganggunya hubungan sosial. Hal ini dikarenakan orang yang mengalami FOMO mungkin kurang dapat memberikan perhatian yang diperlukan dalam interaksi sosial karena terus-menerus terpikir tentang apa yang sedang terjadi di tempat lain. Hal ini dapat menciptakan kesan bahwa hubungan tersebut hanya berdasarkan pada kehadiran fisik, tanpa koneksi emosional yang mendalam.

Dalam masyarakat yang terus bergerak maju dan dinamis, FOMO seringkali dianggap sebagai pemicu produktivitas. Rasa takut akan ketertinggalan dari perkembangan terbaru membuat orang menjadi lebih proaktif, mengambil risiko, dan mencari peluang baru yag mungkin tidak akan mereka lakukan jika tidak karena rasa takut akan ketertinggalan tersebut. 

Namun, FOMO dapat membuat kita terlalu fokus pada apa yang orang lain lakukan atau yang sedang menjadi tren, sehingga kita mungkin saja dapat kehilangan fokus pada tujuan dan nilai-nilai yang sebenarnya penting bagi kita. Ini dapat mengarah pada pemborosan waktu dan energi pada hal-hal yang sebenarnya tidak memberikan nilai tambah bagi kehidupan kita. 

Selain itu, terlalu banyak mendapat informasi dan kesempatan juga dapat membuat kita kelelahan secara mental, fisik, emosional bahkan bisa menyebabkan stres dan kecemasan yang berlebihan.

Sebagai mahasiswa baru, tentu kita perlu beradaptasi dengan lingkungan dan orang baru. Semakin banyak berkeliaran di media sosial mengenai kegiatan baik organisasi maupun kepanitiaan yang banyak menarik minat mahasiswa. Sebagian dari mereka mengikuti kegiatan tersebut, inilah awal dari munculnya FOMO atau rasa cemas dan khawatir akan ketertinggalan. 

FOMO ini akan membuat para mahasiswa turut serta dalam kegiatan tersebut tanpa memikirkan manfaat dan kepetingannya. Sehingga, mereka sulit mengatur waktu atau bahkan kurang istirahat.

Jadi, bagaimana kita bisa mengelola FOMO agar menjadi pemicu produktivitas yang positif daripada hambatan? Salah satunya yaitu pendekatan yang dapat diambil dengan mengembangkan kesadaran diri yang lebih baik. 

Dengan memahami nilai, tujuan, dan minat pribadi kita, kita dapat memilih dengan bijak di antara berbagai kesempatan dan informasi yang tersedia. Selain itu, penting untuk menetapkan batasan yang jelas terkait penggunaan teknologi dan media sosial, serta membuat jadwal yang terstruktur untuk mengalokasikan waktu dengan bijak antara pekerjaan, istirahat, dan waktu luang.

Selain itu, mempraktikkan seni pengendalian diri juga penting. Ini termasuk kemampuan untuk menahan diri dari godaan untuk terus memeriksa ponsel atau permintaan yang tidak sesuai dengan prioritas kita. Dengan mengembangkan disiplin diri, kita dapat mengalami manfaat dari FOMO tanpa terperangkap dalam spiral kecemasan dan kelelahan yang sering kali menyertainya.

Pada akhirnya, FOMO dapat menjadi dua sisi uang yang berbeda. Ketika dikelola dengan bijaksana, itu dapat menjadi pendorong produktvitas dan pertumbuhan pribadi. Namun, ketika dibiarkan tidak terkendali, dapat menjadi jurang yang menghambat kemajuan kita dan menyebabkan stres yang tidak diperlukan. 

Dengan mengembangkan kesadaran diri dan disiplin diri yang lebih baik, kita dapat memanfaatkan potensi positif dari FOMO sambil menghindari jebakan negatifnya. Dengan demikian, menerapkan pendekatan yang seimbang dan bijaksana terhadap FOMO adalah kunci untuk menjadikannya sebagai pemicu produktivitas yang membawa manfaat yang sebenarnya.

REFERENSI:

Putri, L. S., Purnama, D. H., & Idi, A. (2019). Gaya hidup mahasiswa pengidap Fear of missing out di kota palembang. Jurnal Masyarakat & Budaya, 21(2), 129–148. https://jmb.lipi.go.id/jmb/article/view/867

Yusuf, R., Arina, A., Samhi Mu’awwan A. M., M., Syukur, M., & Ridwan Said Ahmad, M. (2023). Fenomena Fear of Missing Out (FoMO) pada Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Makassar. COMSERVA : Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, 2(12), 3075–3083. https://doi.org/10.59141/comserva.v2i12.713

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun