Mohon tunggu...
Refael Fernando
Refael Fernando Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Unpad, Ketua Society (Social Politic Music Commnity) atau Komunitas musik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Unpad. Selain dari kegiatan kuliah dan bermusik, saya juga suka menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mentalitas, Nilai Sosial Sebuah Mobil, dan Kemacetan Lalu Lintas

15 Januari 2015   03:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

4958738

68839341

85601351

2012

10432259

2273821

5286061

76381183

94373324

Definisi tersebut terdengar begitu kharafiah dan sangat naif, karena mobil memiliki arti yang berbeda-beda pada setiap individu yang menggunakannya, ada yang melihatnya dari sisi kegunaan, ada yang melihatnya dari sisi kenyamanan, ada pula yang melihatnya dari sisi ekonomis,dan ada pula yang melihat mobil dari sisi sosial. Sisi kegunaan biasanya diartikan sebagai kendaraan yang bisa mengantarkan penggunanya dari suatu tempat ke tempat lainnya, dari sisi kenyamanannya diartikan sebagai kendaraan yang bisa melindungi penggunanya dari panas sinar matahari dan hujan, ada pula yang melihatnya dari nilai sosial yaitu mengartikan kendaraan sebagai sarana untuk menunjukkan gengsi sosial mereka di lingkungan sosialnya.

Nilai Sosial

Menurut Horton dan Hunt dalam J. Dwi Narwoko & Bagong Suyanto (2004: 35) nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman berarti atau tidak berarti. Nilai pada hakikatnya mengarahkan perilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah perilaku tertentu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat di mana tindakan itu dilakukan.

Sedangkan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama, yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat, tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai. Contoh, masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun-temurun. Senada dengan yang diutarakan oleh Woods, M.Z.Lawang menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, berharga, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang bernilai tersebut.

Nilai (value) mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan, benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai benar (mempunyai nilai kebenaran), indah (nilai keindahan/estetik), religius (nilai ketuhanan). Nilai merupakan kumpulan sikap dan perasaan-perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku sosial orang yang memiliki nilai. Nilai merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan yang benar dan penting.

Nilai sosial lahir dari kebutuhan kelompok sosial akan seperangkat ukuran untuk mengendalikan beragam kemauan warganya yang senantiasa berubah dalam berbagai situasi. Suatu masyarakat akan tahu mana yang baik dan mana atau buruk, benar atau salah, dan boleh atau dilarang. Nilai sosial yang terbukti langgeng dan (tahan zaman) akan membaku menjadi sistem nilai budaya. Berdasarkan sistem yang abstrak dinamika kehidupan masyarakat menjadi terarah dan stabil.

Nilai Sosial Sebuah Mobil

Mobil kini lebih dilihat dari sudut pandang nilai sosialnya, yaitu nilai implisit dari fungsi fundamental mobil itu sendiri. Sebagian masyarakat tidak lagi membeli mobil karena kebutuhan mereka akan kendaraan beroda empat tersebut, nilai sosial dipandang lebih penting dibandingkan dengan nilai kegunaan mobil itu sendiri. Nilai sosial ini sendiri berarti bagaimana sebuah mobil dapat mengantarkan sang empunya menuju kelas sosial yang lebih tinggi. Menurut seorang Profesor pada Schulich School of Business, York University dan ahli dalam perilaku konsumen, Russell W Belk mengungkapkan bahwa obyek material menjadi element vital dalam pembentukan identitas manusia dan refleksi atasnya : siapa kita, persepsi kita terhadap diri sendiri, dan penilaian atas harga diri kita seluruhnya dipengaruhi oleh apa yang kita miliki dan kuasai (Belk dalam J Lee, Martyn 2006). Secara tidak langsung Belk menjelaskan bahwa obyek material (benda) adalah element terpenting dalam membentuk identitas seseorang dan juga kecenderungan orang untuk menanamkan sebagian dirinya ke dalam obyek-obyek material sebagai cara untuk memelihara tempat, posisi sosial dan identitas mereka, dengan obyek material tersebut dan pemaknaan sosial yang ada di masyarakat, maka perasaan untuk dihormati menjadi target utama dalam gengsi sosial yang akan diteliti oleh penulis. Belk menjelaskan bahwa obyek material (benda) adalah element terpenting dalam membentuk identitas seseorang dan juga kecenderungan orang untuk menanamkan sebagian dirinya ke dalam obyek-obyek material sebagai cara untuk memelihara tempat, posisi sosial dan identitas mereka, dengan obyek material tersebut dan pemaknaan sosial yang ada di masyarakat, maka perasaan untuk dihormati menjadi target utama dalam gengsi sosial yang akan diteliti oleh penulis.

Harapan sebagian masyarakat akan meningkatnya status sosial mereka di lingkungan sosialnya, membuat mobil sebagai sarana untuk mewujudkan hal tersebut. Mobil dipandang sebagai material yang cukup bernilai, dikarenakan harganya yang mahal dan juga perawatan dan bahan bakar yang membuat sebagian masyarakat lainnya berfikir 2 kali untuk memilikinya. Namun untuk masyarakat yang memiliki tujuan lain, seperti naik kelas dalam struktur sosial, hal tersebut agak di kesampingkan. Kelas sosial lebih penting dibandingkan cost yang dikeluarkan, walaupun sebenarnya keadaan ekonomi yang kurang memadai.

Mentalitas Masyarakat

Mentalitas menurut KBBI adalah keadaan dan aktivitas jiwa (batin), cara berfikir, dan berperasaan. Definisi tersebut menjadi acuan bagi saya untuk menjadikan mentalitas masyarakat Indonesia sebagai faktor utama kemacetan di Ibu Kota. Mentalitas disini adalah mentalitas masyarakat yang gila akan hormat, sehingga membuat mereka berburu rasa hormat tersebut dengan bantuan material-material yang memiliki harga dan gengsi tersendiri, contohnya adalah mobil.

Mengacu pada konsep barang yang diungkapkan oleh Russell W Belk, bahwa obyek material menjadi element vital dalam pembentukan identitas manusia dan refleksi atasnya : siapa kita, persepsi kita terhadap diri sendiri, dan penilaian atas harga diri kita seluruhnya dipengaruhi oleh apa yang kita miliki dan kuasai (Belk dalam J Lee, Martyn 2006). Kata kuncinya adalah identitas. Menurut Belk, Identitas seseorang berbanding lurus dengan obyek material yang orang tersebut gunakan. Betapa pentingnya memperhatikan barang apa yang harus kita gunakan untuk mendapatkan rasa hormat dari orang lain. Contoh kecil mengapa seseorang lebih menyukai handphone merk Apple dibandingkan dengan menggunakan merk Samsung? Walaupun sebenarnya kedua handphone tersebut tergolong smartphone canggih. Atau mengapa seseorang lebih memilih mneggunakan mobil Mercy bila dibandingkan dengan menggunakan Honda? Karena pada material tersebut sudah tercipta citranya sendiri-sendiri. Konstruksi citra itu dimanfaatkan oleh produsen untuk mendongkrak harga barang tersebut, namun bagi konsumen barang tersebut digunakan untuk membentuk citra diri si konsumen. Contoh handphone Apple atau I-Phone dibentuk oleh produsen sebagai handphone-nya anak muda yang keren, gaul, dan funky. Ketika barang tersebut sampai di tangan konsumen, si konsumen pun ikut merasakan citra barang tersebut dalam dirinya. Sedangkan mobil Mercy membangun citranya sebagai mobil mahal, keren, dan mobil para bos. Citra tersebut membentuk si konsumen jadi seperti yang material itu citrakan. Hal tersebut yang dimaksudkan bahwa obyek material menjadi element vital dalam pembentukan identitas manusia dan refleksi atasnya : siapa kita, persepsi kita terhadap diri sendiri, dan penilaian atas harga diri kita seluruhnya dipengaruhi oleh apa yang kita miliki dan kuasai (Belk dalam J Lee, Martyn 2006).

Identitas-identitas tersebut merupakan sebuah harapan-harapan agar lingkungan sosialnya menangkap citra yang dipancarkan seseorang yang telah memiliki barang-barang tersebut, citra dari identitas itu kemudian membuat lingkungan sosialnya menaruh rasa hormat kepada seseorang tersebut sebagai seseorang yang keren, gaul, funky, bos, atau apapun yang intinya adalah orang yang memiliki barang-barang tersebut adalah orang yang keren. Bagi kalangan muda (remaja dan dewasa) hal tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat diterima di dalam suatu kelompok sosial, seperti dalam lingkungan sosial baru di sekolah, kampus, ataupun kantor, kemudian dalam melakukan pendekatan terhadap lawan jenis (terutama laki-laki ke perempuan). Hal tersebut seolah menjadi penting untuk diperhitungkan.

Nilai sebuah mobil berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki

Bagi seorang laki-laki mobil bukan hanya sekedar kendaraan yang digunakan untuk mengantarkan seseorang dari satu tempat ke tempat lainnya, bukan hanya sebagai kendaraan yang memberikan perlindungan dari panasnya terik matahari dan rintikan hujan, tetapi juga sebagai material yang digunakan untuk pembuktiaan akan keberhasilan dalam hal ekonomi. Hal tersebut merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi kaum laki-laki. Kemudian juga sebuah mobil membantu seorang laki-laki untuk lebih percaya diri dalam pergaulan dengan lingkungan sosialnya, terutama dalam memikat lawan jenisnya.

Perempuan

Bagi perempuan sebuah mobil selain berfungsi sebagai alat untuk membantu mobiltas dan melindungi dari terik matahari dan rintik hujan, ada faktor lain yang sebenarnya menjadi faktor terpenting mengapa mereka lebih menyukai mobil. Faktor tersebut adalah penampilan dan kecantikan. Kita tentu sudah tahu kalau perempuan akan menjaga kecantikan dan penampilan mereka sebaik mungkin, oleh karena itu mobil merupakan pilihan yang tepat bagi kaum hawa untuk menjaga kecantikannya.

Jakarta merupakan kota yang terkenal dengan panasnya terik matahari, debu, dan polusi udara yang cukup besar, hal tersebut mempengaruhi penampilan kaum hawa apabila terkena langsung dengan hal-hal tersebut. Mulai dari panasnya Ibu Kota yang dapat membuat kulit mereka penuh dengan keringat dan dapat membuat penampilan mereka menjadi rusak, hingga debu-debu udara yang kurang baik bagi pernafasan dan tentunya kulit mereka membuat mereka memilih menggunakan mobil sebagai alat agar mereka tidak berinteraksi langsung dengan hal-hal tersebut.

Perbedaan Antara Laki-laki dan Perempuan

Perbedaannya terletak pada cara melihat nilai guna sebuah kendaraan yang bernama mobil ini. Di satu sisi laki-laki melihatnya sebagai kebanggaan dan keberhasilan dari sisi ekonomi dan juga sebagai alat untuk menambah rasa kepercayaan diri, di sisi lain perempuan melihat sebuah mobil sebagai alat untuk menjaga kecantikan dan penampilan mereka. Perbedaannya terletak pada kedua hal tersebut, namun keduanya memiliki persamaan, yaitu kebutuhan yang sangat penting akan kendaraan yang bernama mobil ini.

Hal tersebut merupakan faktor-faktor yang sangat mendasar dalam kontribusi kemacetan kota Jakarta. Hal ini tidak dapat dipungkiri dan pemerintah tidak bisa menutup mata akan hal ini. Alasan-alasan jadul mengenai kemacetan seperti perilaku pengendara, petugas Polantas yang kurang tegas, hingga peraturan yang tidak begitu ditegakkan bukan lagi menjadi alasan yang kuat, karena akar permasalahannya ada pada gaya hidup seseorang, baik itu laki-laki maupun perempuan.

Gaya hidup tersebut yang akhirnya membuat kita bermacet-macetan dan salah satu faktor penyebab bertambahnya kerusakan kualitas udara di kota Jakarta tercinta ini. Kita harus bisa merubah gaya hidup kita untuk membantu pemerintah mengurangi kemacetan kota.

Kesimpulan

Nilai sosial pada sebuah material berperan sangat besar dalam setiap tindakan manusia. Dalam hal ini adalah kepemilikan sebuah kendaraan bernama mobil. Nilai sosial dan konstruksi pada masyarakat pada saat ini membuat mobil menjadi sebuah material yang bisa membantu si pemilik dalam berbagai kepentingan sosialnya. Kendaraan ini nampaknya mengalami fungsi lain, selain fungsi fundamentalnya sebagai alat transportasi, melainkan menjadi alat untuk mencapai gengsi sosial seseorang secara garis besar. Memang terdapat perbedaan fungsi yang terkonstruksi antara lai-laki dan perempuan, namun pada intinya keduanya memiliki kepentingan untuk sosial.

Fungsi sosial tersebut berkaitan dengan identitas seseorang. Kendaraan apa yang digunakan, mobil atau motor, mobil apa yang di gunakan, merk apa, dan semacamnya akhirnya membentuk identitas-identitas tertentu pada penggunanya, hal inilah yang saya katakan sebagai fungsi sosial dari sebuah mobil. Pada akhirnya beberapa orang mengejar apa yang mobil itu bisa berikan kepada si pengguna, mereka tidak lagi begitu memikirkan fungsi dasar dari mobil tersebut. Hal ini akhirnya menjadi peluang bagi para toko mobil untuk memberikan kredit ringan untuk mobil baru maupun bekas, hal ini disambut baik oleh para calon konsumen, meskipun mereka harus memutar otak untuk mensiasati pendapatan per bulan mereka untuk membayar kredit mobil dan biaya hidup sehari-hari.

Hal inilah yang membuat kemacetan di jalan-jalan ibu kota sulit untuk di atasi. Menurut saya pemerintah sudah seharusnya membuka mata akan akar permasalahan kemacetan lalu lintas dewasa ini. Hal tegas seharusnya bisa dilakukan pemerintah mulai dari pencabutan subsidi BBM untuk kendaraan pribadi, tentunya kerjasama yang baik dengan om bensin di penjuru tanah air, kemudian penutupan kredit kendaraan bermotor baik baru maupun bekas, dan yang terakhir dan yang paling eksrim adalah kenaikan pajak kendaraan bermotor. Bagi saya ketika ketiga hal tersebut dijalankan, maka mobil menjadi kendaraan yang benar-benar memunculkan citra sosial yang sangat “wah” dan sangat menaikkan gengsi sosial. Itu sah-sah saja, asal memang mereka mampu untuk bertanggung jawab dengan kendaraan yang dimilikinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun