Mohon tunggu...
redy pramanjaya
redy pramanjaya Mohon Tunggu... -

Bapak dua anak, kerja di biro iklan. Menyukai sepakbola dan segala hal yang berkaitan sama kemanusiaan dan kehidupan. Punya pertanyaan yang belum ada yang bisa jawab, "Kapan ya Indonesia tampil di Piala Dunia?"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyiasati Kenaikan Tarif Parkir

17 Oktober 2012   04:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin Selasa, 16 Oktober 2012, saya membaca sebuah papan pengumuman di pintu masuk parkir kantor saya di bilangan Pancoran, Jakarta Selatan. Kira-kira bunyinya begini: Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2012, tarif parkir disesuaikan menjadi Rp1.500 untuk sepeda motor pada 1 jam pertama dan Rp1.000 untuk jam-jam berikutnya. Sementara untuk mobil kecil (sedan, jip, minibus, dan sejenisnya) berlaku tarif Rp3.000 untuk jam pertama lalu Rp2.000 untuk jam-jam berikutnya.

"Wah, gede juga ya kenaikannya? Lumayan tambah nih biaya bulanan," begitu teman-teman saya berkomentar. Apalagi rata-rata teman di kantor kendaraan sehari-harinya sering selang-seling: Kadang naik motor, kadang naik mobil.

Nggak cuma di parkir-parkir perkantoran, ternyata tarif parkir baru ini juga berlaku di tempat-tempat umum lainnya seperti pusat perbelanjaan (pasar maupun mal), hotel, apartemen, tempat wisata, bahkan tempat parkir. Detailnya, seperti yang saya kutip dari beberapa situs berita di internet, adalah sebagai berikut:

1. Pemanfaatan fasilitas tempat parkir di pusat perbelanjaan dan hotel atau kegiatan parkir yang menyatu:


  • Sedan, jeep, minibus, pick-up, dan sejenisnya Rp3.000 sampai Rp5.000 untuk jam pertama. Rp2.000 sampai Rp4.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Bus, truk, dan sejenisnya Rp6.000 sampai Rp7.000 untuk jam pertama. Rp 3.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Sepeda motor Rp1.000 sampai Rp2.000 per jam.


2. Pemanfaatan fasilitas tempat parkir pada perkantoran dan apartemen:


  • Sedan, jeep, minibus, pick-up, dan sejenisnya Rp3.000 sampai Rp5.000 untuk jam pertama. Rp2.000 sampai Rp4.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Bus, truk, dan sejenisnya Rp6.000 sampai Rp7.000 untuk jam pertama. Rp 3.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Sepeda motor Rp1.000 sampai Rp2.000 per jam.


3. Pemanfaatan fasilitas tempat parkir untuk umum (pasar, tempat rekreasi, rumah sakit, dan lain-lain):


  • Sedan, jeep, minibus, pick-up, dan sejenisnya Rp2.000 sampai Rp3.000 untuk jam pertama. Rp2.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Bus, truk, dan sejenisnya Rp3.000 untuk jam pertama. Rp 3.000 untuk setiap jam berikutnya, kurang dari satu jam dihitung satu jam.
  • Sepeda motor Rp1.000 per jam.


Benar-benar 'lumayan' nih buat kita-kita. Bayangkan begini, kalau dalam sepekan kita naik motor ke kantor dan bekerja/memarkir kendaraan kita rata-rata delapan jam, maka biaya parkir kita sekitar Rp8.500 x 5hari = Rp42.500. Belum lagi di akhir pekan kita jalan-jalan bareng keluarga ke tempat wisata dengan mobil, otomatis biaya parkirnya lebih besar ketimbang sebelum peraturan baru ini ditetapkan. Naiknya bisa sampai 100% lho.

Pada tulisan ini, saya nggak mau masuk ke wilayah itung-itungan pengeluaran, potensi kebocoran ataupun penyelewengan pemasukan bagi Pemda. Sudah ada instansi ataupun pribadi yang concern dan benar-benar vokal menyuarakan aspirasinya.

Lalu, apa yang bisa kita--masyarakat biasa ini--lakukan untuk menyikapi kebijakan baru tersebut? Saya sendiri punya prinsip begini: Pemerintah memfasilitasi, masyarakat biasa kayak saya (sebaiknya) menyiasati (sekaligus menyikapi).

Ya, kita lah yang sebaiknya bisa bersiasat menghadapi berbagai peraturan yang diberlakukan. Menyiasati nggak berarti melanggar lho ya. Siasat lebih kepada bagaimana kita memutar otak, mengkritisi, dan menyikapi sebuah peraturan dengan jeli dan cerdas.

Contohnya, untuk soal parkir-memarkir kendaraan, beberapa teman kerap 'membatasi' durasi parkir. Jadi setelah mendekati durasi yang mereka patok, mereka memindahkan kendaraannya. Ke mana? Ke kos teman yang lokasinya dekat dengan kantor. Setelah itu, mereka balik ke kantor dengan berjalan kaki, atau naik Metromini. ha-ha-ha. Itu efektif lho memangkas biaya harian. Banyak juga kita jumpai warga-warga sekitar gedung perkantoran yang menyiapkan rumahnya untuk tempat parkir dengan tarif flat seharian. Jauh lebih murah dibandingkan dengan parkir resminya.

Itu baru satu contoh bagaimana kita bisa menyiasati bengkaknya biaya tarif parkir. Siasat lainnya tentu saja ya dengan naik kendaraan umum, nebeng teman, naik sepeda atau ya itu tadi, jalan kaki. Kalau mau berwisata akhir pekan di akhir bulan? Cobalah menyiasatinya dengan bermain ke tempat rekreasi ataupun ruang publik terbuka yang ada di Jakarta. Jika diperhatikan, tarif parkir tempat wisata--berdasarkan peraturan baru Pak Gubernur--lebih murah ketimbang tarif parkir di mal ataupun hotel. Saat kita harus ke hotel atau pusat perbelanjaan, pilih lah taksi atau angkutan umum lainnya.

Kalau kemudian siasat kita nggak begitu berjalan dengan baik dan benar, marilah kita bersama-sama menyikapi peraturan secara kritis, namun tidak pesimistis. Seperti apa itu?

Begini, dengan tetap membawa kendaraan dan menggunakan fasilitas parkir di tempat-tempat umum, berarti kita sudah tunduk sekaligus mematuhi peraturan baru tersebut. Nah, karena kita sudah memenuhi kewajiban, sebaiknya kita juga menjalankan fungsi kita untuk meminta dengan segera hak-hak kita kepada pemerintah. Atas dasar itulah maka, saya sebagai masyarakat biasa yang tinggal di tepian Jakarta, mengajukan permohonan pada pemerintah daerah untuk segera:


  1. Menyiapkan kendaraan umum yang lebih nyaman, aman, dan terjangkau.
  2. Memperbanyak lagi area terbuka, taman bermain dan rekreasi untuk keluarga yang bersih, hijau, dan terjangkau.
  3. Menata ulang tempat-tempat rekreasi umum yang ada supaya lebih terlihat sejuk, bersih, modern, tapi maunya ya tetap murah.
  4. Menertibkan pungli-pungli atau oknum-oknum yang minta dana tambahan di luar biaya parkir yang sudah ditetapkan. Mereka nggak sesuai aturan kan?
  5. Dan yang utama, melayani dan memanusiakan setiap orang dengan sebaik-baiknya.


Buat saya, ini sudah bukan lagi harapan, melainkan sesuatu yang wajib diwujudkan. Perkara peraturan itu dikeluarkan oleh gubernur lama dan sekarang Jakarta sudah dipimpin gubernur baru, nggak jadi soal kan buat kita? Toh kita sudah bayar tarif parkir yang baru sekarang...

Sudah banyak memang orang/LSM/komunitas yang menggembar-gemborkan tuntutan yang senada. Mungkin kenaikan tarif parkir bisa jadi 'bahan-bakar' baru untuk mengencangkan lagi volume suara kita. Dan selama tuntutan itu belum terpenuhi, marilah kita pintar-pintar menyiasatinya...

Menurut teman-teman Kompasiana, bagaimana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun