Pekerjaan sosial adalah profesi pertolongan kemanusiaan yang bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat agar mampu menjalankan tugas-tugas kehidupannya sesuai dengan peranannya. Dengan kata lain, nilai, pengetahuan dan keterampilan profesional pekerjaan sosial pada dasarnya adalah untuk meningkatkan keberfungsian sosial (social functioning) klien yang dibantunya.
Paradigma Lama
Hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modernisasi (the modernisation paradigm) yang dimotori oleh Bank Dunia. Paradigma ini didasari oleh teori-teori pertumbuhan ekonomi, human capital, dan the production-centred model (Elson, 1997).
Semenjak pendapatan nasional (GNP) mulai dijadikan indikator pembangunan nasinla sekitar tahun 1950-an, para ilmu sosial selalu merujuk pada pendekatan tersebut dalam berbagai pembicaraan terkait masalah kemiskinan satu negara. Pengukuran kemiskinan kemudian sangat dipengaruhi oleh perspektif income poverty yang menggunakan pendapatan sebagai satu-satunya indikator “garis kemiskinan”.
Beberapa ahli menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki kelamahan dalam mengukur garis kemiskinan. Haq (1995:46), menyatakan: “GNP reflects market prices in monetary terms. Those prices quietly register the prevailing economic and purchasing power in the system – but they are silent about the distribution, character or quality of economic growth. GNP also leaves out all activities that are not monetised – household work, subsistence agriculture, unpaid services. And what is more serious, GNP is one-dimensional: it fails to capture the cultural, social, political and many other choices that people make.”
Seperti halnya GNP, pendekatan income poverty juga memiliki beberapa kekurangan sebagaiman Satterthwaite (1997) menyebutkan bahwa sedikitnya ada tiga kelemahan pendekatan income poverty: (a) kurang memberi perhatian pada dimensi sosial dan bentuk-bentuk kesengsaraan orang miskin, (b) tidak mempertimbangkan keterlibatan orang miskin dalam menghadapi kemiskinannya, dan (c) tidak menerangkan faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan.
Karena pendekatan GNP dan income poverty memiliki kelemahan dalam memotret kemiskinan, sejak tahun 1970-an telah dikembangkan berbagai pendekatan alternatif. Dintaranya adalah kombinasi garis kemiskinan dan distribusi pendapatan yang dikembangkan Sen (1973); Social Accounting Matrix (SAM) oleh Pyatt dan Round (1977), dan Physical Quality of Life Index (PQLI) oleh Morris (1977).
Perlu Paradigma Baru
Dapat dismpulkan bahwa semua paradigma kemiskinan pada masa-masa terdahulu masih tetap menyimpan kelemahan. Konsepsinya masih melihat kemiskinan sebagai kemiskinan individu dan kurang memperhatikan kemiskinan struktural. Sehingga, aspek aktor atau pelaku kemiskinan serta sebab-sebab yang mempengaruhinya belum tersentuh secara memadai.
Kelemahan paradigma lama di atas menuntut perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan, khususnya menyangkut kerangka konseptual dan metodologi pengukuran kemiskinan. Dalam konteks ini, keberfungsian sosial dapat dikembangkan sebagai paradigma baru dalam mengkaji kemiskinan.
Keberfungsian sosial
Keberfungsian sosial mengacu pada cara yang dilakukan individu-individu atau kelompok dalam melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Konsep ini pada intinya menunjuk pada “kapabilitas” (capabilities) individu, keluarga atau masyarakat dalam menjalankan peran-peran sosial di lingkungannya.
Baker, Dubois dan Miley (1992) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasar diri dan keluarganya, serta dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Konsepsi ini mengedepankan nilai bahwa manusia adalah subyek dari segenap proses dan aktifitas kehidupannya. Bahwa manusia memiliki kemampuan dan potensi yang dapat dikembangkan dalam proses pertolongan. Bahwa manusia memiliki dan/atau dapat menjangkau, memanfaatkan, dan memobilisasi asset dan sumber-sumber yang ada di sekitar dirinya.
Pendekatan keberfungsian sosial dapat menggambarkan karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Ia dapat menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang tekait dengan situasi kemiskinannya.
Selaras dengan adagium pekerjaan sosial, yakni ‘to help people to help themselves’, pendekatan ini memandang orang miskin bukan sebagai objek pasif yang hanya dicirikan oleh kondisi dan karakteristik kemiskinan. Melainkan orang yang memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang sering digunakannya dalam mengatasi berbagai permasalahan seputar kemiskinannya.
Sumber dan Download Artikel Lengkap :
http://bima-lanang.blogspot.com/2011/12/mengenal-pekerjaan-sosial-dan-paradigma.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H