Sore itu Qila kembali ke tempat yang selalu berhasil membuatnya sendu. Bukan karena jingga yang akan segera berakhir dan berganti dengan malam, bukan juga karena seseorang yang memakinya gila karena mengenakan pakaian mencolok layaknya orang stress. Melainkan karena di tempat inilah orang yang ia sayangi pergi, ditelan laut, dan tak kembali untuk selamanya.
Qiro, kakak laki-lakinya, hirap dan tidak bisa ditemukan di dasar laut pantai ini, Pantai Mentawai. Mungkinkah karena ketampanannya yang sangat menggoda hingga laut mengambilnya? Atau karena orang bilang ia mempunyai tubuh yang eksotis dan atletis hingga laut tertarik untuk menjamah tubuhnya untuk selamanya?
Sungguh, qila mengakui sebagai adik bahwa kakak laki-lakinya itu dipuja oleh banyak wanita. Namanya dikenal sebagai peselancar yang bisa menaklukan banyak ombak ekstrem di banyak tempat.
Ombak Pantai Mentawai kini menaklukannya. Scarecrows waves disatu padukan dengan pasangnya air pada kala itu. Padahal malam itu Lasni, ibu mereka sudah melarang qiro untuk pergi keesokan harinya. Sudah firasat, mungkin. Namun, qiro tetap pergi dengan keyakinannya bahwa semua akan berjalan lancar seperti biasa, ia pergi.
Qila sangat ingat sekali qiro pergi hari itu, memeluknya seperti biasa sebelum berselancar seraya berkata, "ombak di sana bagus banget lho, qil. Kamu gak mau surfing sama kakak?"
"gak mau ah. Orang kalau mati di laut susah ketemunya," ucapku lancang saat itu, membawa-bawa soal kematian seolah itu adalah hal biasa.
Sedang ketika ia mendengar kabar selepas pulang sekolah bahwa qiro menghilang di laut saat berselancar dan tidak bisa ditemukan sampai saat itu, ia menyesali perkatannya. Ucapannya yang keluar seakan doa. Benar kata orang-orang tua, jaga ucapanmu.
Scarecrows, ombak yang berzona take off kiri dan membentuk dinding gelombang menyambung sangatlah terlihat menakjubkan jika dilihat dari sebuah foto. Itulah yang qiro incar. Dan nyawanya sudah ia taruhkan demi kepuasan yang jika terpenuhi pun tidak akan menambah kesempatan hidup.
Qiro, aku sangat merindukannmu, entah sudah berapa kali kalimat itu ia rapalkan dalam hati. Toh, sebanyak apa pun itu, tidak akan sekoyong-koyong menghadirkan qiro di sampingnya. Atau hanya sekadar mengulang memori bahwa mereka dulu pernah duduk santai di pinggir pantai seraya membicarakan ombak-ombak pantai.
"Tau gak sih, qil, ombak itu punya banyak makna, tau." Qiro menunjukkan raut wajah serius.
"Halah, mulai deh mau berfilosofi pasti," potong Qila.
"Dengerin dulu, heh," sela Qiro. "ombak itu mengajarkan kita untuk berikhlas. Karena ombak laut akan selalu membasahi kita ketika kita di pantai, tapi gak pernah mengharapkan imbalan apa pun atas perbuatan dia."
"Yah itu kan memang sudah tugas dia ngebasahin kita."
"Bukan gitu, Qil. Ah kamu ngeselin."
Qila cekikikan melihat kakaknya kesal. "Iya iya paham. Artinya kita harus ikhlas tanpa mikirin imbalan apa pun kan?"
"Iya gitu. Selain itu ombak ngajarin gitu buat konsisten. Ombak laut bakal ngelakuin hal yang sama sepanjang masa dan gak akan pernah berhenti sesaat pun. Kamu juga harus gitu. Gak boleh nyerah sama rintangan apa pun, oke?"
"Banyak amat sih, ah. Bosen dengerin ocehan mulu."
Qiro mengangkat tangannya dan menaruhnya di atas kepala Qila, kemudian ia mengacak-acak rambut itu dengan kasar. Sampai Qila mengaduh kencang baru ia menghentikan tindakannya. Ia sangat gemas dengan gerutuan adik yang paling disayanginya itu.
Ah, rasanya Qila tau apa yang dimaksudkan dengan ombak laut mengajarkan keikhlasan. Yaitu mengikhlaskan Qiro pergi.
Penulis : Hildawati Septiani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H