Jurnalisme multimedia merupakan keharusan di era digitalisasi. Persaingan ketat mendapatkan audiens terjadi di seluruh dunia. Lalu bagaimana dengan perkembangan jurnalisme multimedia di Indonesia?
Multimedia adalah kombinasi teks, video, audio, grafik, dan interaktivitas yang disajikan dalam format website. Multimedia dalam jurnalisme bertujuan agar informasi yang disajikan semakin menarik. Informasi-informasi ini akan saling melengkapi satu sama lain.
Berbeda dengan televisi dan koran, jurnalisme multimedia sangat mengandalkan kombinasi-kombinasi tersebut. Kombinasi tersebut bisa direalisasikan dengan kemajuan teknologi digital. Media online pun menjadi pilihan utama untuk mewujudkan jurnalisme multimedia.
Sejarah Media Online di Indonesia
Menilik kembali ke belakang, Republika Online (republika.co.id) merupakan media online pertama di Indonesia (Widodo, 2020, h. 43). Republika Online pertama kali diluncurkan pada tanggal 17 Agustus 1994.
Tak lama setelah itu Kompas meluncurkan Kompas Online (kompas.co.id) pada tanggal 14 September 1995 (Widodo, 2020, h. 43). Kompas.co.id ini lalu berubah namanya menjadi kompas.com seperti yang kita ketahui sekarang ini.
Pada tahun 1996, majalah Tempo meluncurkan tempointeraktif.com yang sekarang berubah menjadi Tempo.co. Tidak berhenti di situ, pada tahun 1998 detik.com rilis pertama kalinya.
Setelah rilisnya detik.com mulai bermunculan media-media online di Indonesia layaknya wabah. Media online seperti okezone.com, viva.co.id, bisnis.com, kapanlagi.com, merdeka.com dan masih banyak lagi.
Namun, pada tahun 2002 media-media online ini mulai melempem. Banyak media online yang tidak mampu bertahan karena biaya operasional yang tinggi. Bahkan detik.com harus melakukan PHK pada sejumlah karyawannya (Widodo, 2020, h. 43).
Kemunculan news aggregator menjadi angin segar bagi jurnalisme multimedia di Indonesia. News aggregator adalah portal berita yang mengumpulkan dan menyediakan informasi dari berbagai sumber. Media-media online tadi bisa meletakkan berita mereka di news aggregator agar lebih mudah dijangkau oleh audiens.
Angin Segar Interaktivitas
Kompas.com membawa angin segar bagi jurnalisme multimedia di Indonesia. Pada tahun 2014 Kompas.com merilis reportase interaktif pertama di Indonesia yang berjudul "Berebut Roh Soekarno". Kompas.com pun akhirnya merilis rubrik khusus reportase interaktif dengan nama Visual Interaktif Kompas (VIK) pada tahun 2016.
VIK ini bisa diakses melalui vik.kompas.com. Reportase-reportase yang ditampilkan di VIK ini sangatlah menarik bagi pembaca. Pembaca bisa melihat kombinasi teks, audio, video, infografis, dan lainnya dalam satu situs web.Â
Pembaca bahkan diajak untuk melakukan kegiatan interaktif saat membaca dari portal VIK. Pembaca terkadang diberi pilihan-pilihan tertentu saat membaca reportase di VIK.
Sebagai contohnya adalah reportase VIK tentang ikan Mola. Pada reportase ini pembaca diajak untuk menjadi ikan Mola selama satu hari. Pembaca bisa memilih makanan yang akan dimakan oleh ikan Mola. Ikan Mola akan mati apabila pembaca salah memilih plastik sebagai makanannya.
Reportase interaktif seperti ini sangatlah menyenangkan dan tidak membosankan. Pembaca akan merasa terbawa dengan suasana. Informasi pun akan lebih mudah diterima oleh pembaca.
Tidak mau tinggal diam, Tempo.co juga melakukan hal serupa. Melalui interaktif.tempo.co pembaca juga bisa melihat reportase interaktif yang disajikan oleh Tempo.co.
Salah satu contoh reportase interaktif dari situs interaktif.tempo.co adalah "Dari Rote Sampai Singkil". Reportase ini menyajikan data-data tentang program BAKTI Kominfo. Program-program untuk menjangkau daerah di Indonesia yang belum mendapatkan aksesÂ
Situs interaktif.tempo.co menyajikan data-data visual dengan interaktivitas bagi pembaca. Pada gambar di atas, pembaca dapat menekan tombol putar dan akan mendapatkan informasi terkait. Tentu saja hal ini sangat menarik bagi pembaca dari reportase interaktif tersebut.
Format interaktivitas seperti yang dibawakan oleh Kompas dan Tempo merupakan terobosan. Pembaca setia akan mudah didapatkan oleh media online untuk bertahan di bisnis ini. Memanfaatkan kombinasi teks, audio, video, dan lainnya akan sangat berguna. Agar bisa bertahan persaingan ketat pasar informasi.
Referensi
Widodo, Y. (2020). Jurnalisme Multimedia. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H