Mohon tunggu...
Redhitya Wempi Ansori
Redhitya Wempi Ansori Mohon Tunggu... Dosen - Penyuka Nasi Padang dan Bakso

Penyuka ilmu pengetahuan, suka berdiskusi tentang topik apa pun, pengabdi ilmu di Universitas Nahdlatul Ulama Blitar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Rocky Gerung dan Reinkarnasi Sofisme

8 Maret 2022   02:56 Diperbarui: 19 Januari 2024   09:12 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

                 Penyematan gelar sofisme kepada Rocky Gerung ini juga perlu dirunut motifnya, apakah ini murni sebagai bentuk penyelamatan secara heroik terhadap keilmuan filsafat dari intrik-intrik motif untuk memperoleh cuan. Atau justru ada hal lain, penyematan itu sebagai upaya membendung dan melemahkan Rocky Gerung dalam sepak terjangnya, karena jalur perdebatan dan diskusi ilmiah selalu mampu ditaklukan Rocky Gerung dengan sangat baik. Menurutku ini semua memang politis. Pertengkaran antara kedua kubu ini seperti rekonstruksi pada masa itu. Pertarungan yang bersifat kontestasi politik antara kaum sofis dengan Platon ribuan abad lalu. Oleh sebab itu, pada bagian akhir sekaligus penutup tulisan ini saya juga ingin menyampaikan ihwal esensial bagaimana sofis itu. 

               Sofisme dimulai pada masa kejayaan Yunani, ketika Athena mengalahkan imperium bernama Persia, Darius, dan Seres pada 400-an SM. Itu bisa disebut masa kejayaan Athena, mereka memimpin koalisi dari ratusan polis (negara kota yang dikelola secara eksklusif). Ratusan Polis yang dikelola oleh Athena tersebut membarikan dampak terhadap pemasukan uang pajak, sehingga Athena menjadi kaya raya. Akhirnya, karena kekayaannya Anthena dirasa cukup menjadi sebuah negara demokrasi, suatu konsep negara yang rakyat-rakyatnya harus mampu berpikir dan mempunyai kemandirian penuh dalam bernegara. Setelah itu, munculah kebutuhan baru, mereka butuh akademisi dan para intelektual yang bisa menunjukkan diri lewat kata-kata dan cara berargumentasi di depan masyarakat. Akhirnya, masa depan orang-orang yang masuk di sektor strategis tidak lagi orang yang menguasai keterampilan perang, melainkan keterampilan berdebat, beretorika, dan berargumentasi. Dari sini munculah kaum sofis yang sudah mulai berorientasi cuan itu. Saking, jagonya beretorika dia bisa mengelabui dan mengadakan apa yang tidak ada dan meniadakan apa yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun