pendeta muda memulai dongengnya dengan menirukan suara burung gereja. Saat mendongeng pendeta muda itu memakai kemeja putih. Pada kepalanya diikat sebuah selendang tenun ikat berwarna merah dengan motif yang khas. Rambutnya dibiarkan terurai menutupi keningnya.
"Cit cit cit cit cit cit cit cit cit cit cit!" Sang"Cit cit cit cit cit cit cit cit! Aku bingung kenapa sekarang tidak hanya daun tua menguning saja yang berjatuhan, tapi daun -- daun muda juga tiba -- tiba banyak yang menguning. Aku takut daun -- daun muda juga tiba -- tiba nanti banyak yang berjatuhan." Sang pendeta muda kembali menirukan suara burung gereja, lalu berbicara laiknya seekor burung gereja yang kebingungan.
Kemudian ia menghadirkan suara lonceng, lalu menghantar burung gereja terbang ke dahan sebuah pohon yang hampir mati karena semua daunnya menguning. Saat meloncat dari satu dahan ke dahan yang lain, tiba -- tiba semua dedaunan di pohon itu berguguran ke tanah. Di situlah terjadi dialog antara burung gereja dan dedaunan tua. Dari dialog itu kita akhirnya mengetahui bahwa daun -- daun muda menguning dan berguguran karena ulah manusia yang membuat polusi di udara dan di tanah.
Di akhir dongeng sang pendeta menirukan suara kakek -- kakek untuk mewakili suara dedaunan tua yang menguning. Katanya, "Burung gereja katakan kepada orang di gereja, di mesjid, di wihara, di klenteng, di pure, supaya bisa menjaga alam ini. Asap kendaraan, asap rokok, asap pabrik, dan sampah -- sampah, membuat kami susah untuk bernafas. Kami sakit."
Nah, itulah sekilas penampilan pendeta muda dari Ambon, Eklin Amtor de Fretes, ketika membawakan dongeng berjudul "Burung Gereja" di Channel Youtube Paudpedia. Dongeng berdurasi 6 menit itu dibawakan dengan sangat indah. Tak hanya suaranya yang diserupakan dengan suara burung dan dedaunan, tetapi juga ekspresi wajah dan gerakan tangan membuat siapa pun yang melihat ikut hanyut di dalam dongeng.
Namun, itu bukanlah ciri khas Eklin ketika mendongeng. Karena biasanya kalau mendongeng ia selalu ditemani oleh Dodi, sebuah boneka bermulut lebar yang menggemaskan. Kemanapun Eklin pergi melaksanakan misinya membawa pesan damai, Â Dodi akan dibawanya serta. Sebab Dodi sendiri merupakan akronim dari "Dongeng Damai".
***
Eklin Amtor de Fretes ditahbiskan menjadi seorang pendeta tiga tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 19 Januari 2020. Walaupun baru menjadi pendeta tetapi pergerakan Eklin untuk perdamaian di tanah Ambon sudah dirintisnya sejak tahun 2017. Saat itu Eklin masih menjadi mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia Maluku.
Berbekal pengalaman sebagai Trainer Living Values Education yang diperoleh setahun sebelumnya, Eklin menggagas berdirinya Komunitas Jalan Merawat Perdamaian (JMP) bersama  beberapa temannya. Komunitas ini menyasar anak -- anak muda lintas iman yang ada di Ambon. Tujuannya yakni merangkul sebanyak mungkin orang muda untuk sama -- sama merawat perdamaian dan menumbuhkan toleransi.
Bersama komunitas JMP, Eklin menginisiasi kegiatan Kemah Damai Pemuda Lintas Iman (Youth Interfaith Peace Camp). Kegiatan itu dilaksanakan sebanyak tiga kali selama tahun 2017. Melalui kegiatan ini Eklin membuka ruang bagi orang -- orang muda lintas iman di Ambon untuk saling berdiskusi, saling berbagi nilai -- nilai, dan membongkar sekat -- sekat pemisah yang mengungkung mereka dalam kebencian akibat konflik SARA.
Kegiatan itu boleh dikatakan berhasil. Namun setelah melaksanakan Kemah Damai, Eklin merasa ada yang kurang. Komunitas JMP hanya bergerak membawa misi perdamaian untuk para pemuda. Hal ini menurutnya tidak mampu membongkar segregasi pemikiran yang sudah terlanjur meracuni pemikiran anak -- anak di Maluku.