perang Rusia melawan Ukraina yang sementara terjadi. Para penguasa kedua negara berselisih paham, rakyat kecil yang tidak berdosa mati sia -- sia.
Gajah bertarung lawan gajah, pelanduk mati di tengah - tengah. Peribahasa ini mungkin bisa menggambarkan situasiSejak Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari yang lalu sampai pada tanggal 26 Februari 2022 telah jatuh korban sebanyak 198 orang warga Ukraina termasuk tiga di antaranya anak -- anak. Sedangkan korban yang mengalami luka -- luka mencapai 1.115 orang. Sebanyak  33 korban luka itu adalah anak -- anak. Lebih dari 100.000 orang telah masuk ke negara -- negara sekitar Ukraina dan diperkirakan pengungsi dari Ukraina mencapai 5 juta orang.
Entah siapa yang salah, siapa yang benar di sini, yang pasti perang bukanlah pilihan yang arif. Perang justru memperkeruh masalah dan membawa dunia dalam situasi yang genting. Banyak negara telah mengutuk peristiwa ini dan meminta kedua negara untuk menghentikan perang. Salah satu di antaranya adalah Negara Indonesia. Presiden Joko Widodo melalui akun twitternya @jokowi meminta kedua negara untuk menghentikan perang. Sebab menurutnya perang itu menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia.
"Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia". Tulisnya
Selain Negara Indonesia, Perang ini tidak luput dari perhatian negara Vatikan. Paus  Fransiskus sebagai pemimpin Agama Katolik dunia menyerukan perang di Ukraina untuk segera diakhiri. Sang Paus bahkan sangat emosional saat menyampaikan pesannya. Ia mengawalinya dengan kalimat, " Hati saya sangat susah melihat situasi yang memburuk di Ukraina Timur". Lebih lanjut ia pun mengatakan,"Seperti saya, banyak orang di seluruh dunia merasa sedih dan prihatin. Sekali lagi perdamaian semua orang terancam kepentingan partisan". Ia lalu menghimbau kepada pemimpin kedua negara untuk memeriksa nurani mereka dan mendoakan mereka agar menahan diri dari tindakan apa pun yang akan menyebabkan lebih banyak penderitaan rakyat.
Bak anjing menggongggong kafilah berlalu, Rusia terus merangsek masuk ke jantung Ibu kota negara Ukraina dengan konvoi pasukan militer 64 kilo meter. Mereka mengepung Kota Kiev, membombardir dengan senjata rudal dan jet tempur canggih. Langit tampak berubah menjadi oranye dan kemudian merah, lalu 15 detik  terdengar suara ledakan dari kejauhan.
Ada taman kanak -- kanak yang terkena hantaman bom itu. Seorang anak bernama Alisa Hlans dan lima orang lainnya harus meregang nyawa setelah mengalami luka yang cukup parah. Selain Alisa, seorang anak perempuan lain tewas ketika Rusia melancarkan serangan. Namanya Polina. Ia dan orang tuanya ditembak mati oleh kelompok penyabotase Rusia.
Kedua anak ini tidak pernah membayangkan suatu hari perang akan merenggut nyawa mereka. Mereka tidak pernah membayangkan suatu hari perang merubah semuanya. Kehangatan keluarga, kebahagiaan di sekolah bersama teman -- teman seketika menjadi kuburan masal tempat peristirahatan mereka. Semua karena perang. Perang yang bukan berasal dari inisiatif atau kehendak mereka.
Mereka ibarat pelanduk yang mati di tengah -- tengah. Terinjak kaki -- kaki gajah yang besar yang hanya ingat kepentingan mereka sendiri. Kepentingan partisan yang sebenarnya bisa dirundingkan secara damai. Mereka adalah rakyat kecil yang mati di tengah -- tengah ketika Rusia berperang melawan Ukraina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H