Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Kerukunan Beragama dengan Kearifan Lokal

21 Februari 2022   21:28 Diperbarui: 21 Februari 2022   21:34 1216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kerukunan-antar-umat-beragama (thebutterflyaboy.wordpress)

Pendapat ini didasarkan pada riset yang dilakukan oleh Balai Litbang Agama Makasar ( BLAM ). Dalam riset yang dilakukan di tujuh wilayah itu para peneliti menemukan hasil yang mencengangkan di mana mereka melihat bahwa kearifan lokal mampu merekatkan hubungan lintas iman, membangun kesadaran kolektif dan membangun kekuatan pendorong yang mampu mengatasi perbedaan. Selain itu kearifan lokal juga mampu meleburkan sekat -- sekat di antara mereka dan mengikat mereka sebagai satu keluarga. Misalnya, Pembangunan gereja di Jalan Baru, Kelurahan Takatidung dan di Desa Riso Polewali Mandar. Masyarakat di dua tempat tersebut yang mayoritas Islam, menerima secara terbuka pendirian dua gereja. Bahkan mereka ikut membantu proses berdirinya gereja. Hal ini terjadi karena adanya dukungan dari pemerintah dan kearifan lokal "sipamandaq" yang mengikat mereka sebagai satu keluarga.

Namun untuk menambahkan kearifan lokal dalam perda memang bukan hal yang mudah. Semua pihak harus dilibatkan dalam hal ini mulai dari pemerintah, DPRD, para tokoh agama, para tokoh masyarakat, tua -- tua adat sampai tokoh pemuda untuk sama -- sama menyepakati kearifan lokal apa saja yang pas kita masukan dalam perda dan cocok dengan situasi masyarakat di daerah kita. Beberapa contoh yang bisa kita tiru adalah penerapan kearifan lokal sipamandaq di Poliwali mandar, filosofi ain ni ain, hukum adat larvul ngabal, semangat fanganan, maren dan yelim di Kei.

Dengan menerapkan kearifan lokal dalam perda sangat diharapkan semua agama di Indonesia bisa beribadah dengan aman dan tentram tanpa ada diskriminasi, persekusi, dan pembakaran -- pembakaran rumah ibadat. Lalu tidak lagi mempersoalkan dan menggunakan ketentuan dalam PBM secara suka -- suka untuk menghalangi agama lain beribadah. Akhirnya saya juga berharap apa yang dialami Ahmadiyah kali ini tidak lagi dialami oleh agama -- agama lain di Indonesia. Kita harus sadar bahwa keragaman agama adalah kekayaan. Dengan menjaga kerukunan antar umat beragama kita juga sementara menjaga kekayaan bangsa kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun