Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Fenomena Ghosting dan Pesan Paus "Datang dan Lihatlah"

22 Mei 2021   08:32 Diperbarui: 22 Mei 2021   08:37 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ghosting (Image: presence.io)

Kalimat, You're online, but not for me atau "Bro kalau lihat centang biru, tapi tidak dibalas, mundur bro, sadar diri." Ini adalah salah dua postingan yang kerap kita temukan di media sosial baik facebook, instagram, whatsapp maupun media sosial lainnya.

Para pemosting kalimat seperti ini kebanyakan adalah anak -- anak muda yang baru saja merasa diabaikan oleh orang -- orang yang dianggap penting di dalam hidupnya.

Ini adalah fenomena yang akhir -- akhir melanda kaum muda karena menjalin hubungan pertemanan atau hubungan asmara hanya bermodalkan media sosial tanpa bertemu secara langsung

Mereka saling mengenal di media sosial, sok akrab untuk sesaat, saling membangun kenyamanan, lalu setelah muncul benih -- benih cinta, salah satu di antara mereka muntaber alias mundur tanpa berita.

Fenomena ini sejak setahun yang lalu disebut dengan istilah ghosting. Kata ghosting merupakan kata bahasa Inggris yang berarti bayangan.

Kata ini berasal dari kata dasar ghost yang berarti setan atau hantu. Kemudian merujuk pada hantu yang ada tetapi seolah -- olah tidak ada, ghosting diartikan sebagai tindakan menghilang secara tiba -- tiba tanpa kontak.

Banyak orang beranggapan bahwa meng-ghosting adalah tindakan wajar ketika ingin mengakhiri suatu hubungan apalagi hubungan yang tercipta hanya dari media sosial.

Bagi mereka meng-ghosting adalah cara yang paling tepat karena mereka tidak perlu menjelaskan panjang lebar alasan berhenti dan tetek bengek lainnya. Jadi supaya tidak ada masalah yang lebih serius di kemudian hari lebih baik menghilang secara diam -- diam.

Namun menurut sebuah studi tentang strategi mengakhiri hubungan pada tahun 1970-an, ghosting adalah cara terburuk untuk mengakhiri suatu hubungan karena dapat memicu lebih banyak kemarahan dan rasa sakit dari orang yang di-ghosting.

Selain itu ghosting juga menimbulkan kecemasan bagi pelaku ghosting. Kecemasan itu bisa datang dari sendiri karena takut dicap "orang jahat" atau bisa juga datang dari orang lain berupa luapan kemarahan.

Hal ini bisa kita lihat dari kisah cinta Kaesang Pangarep dan Felicia Tissue di mana kita menemukan kondisi Felicia yang memburuk dan kemarahan orang tuanya setelah merasa di-ghosting oleh putra bungsu Presiden Joko Widodo. Kaesang pun sempat dilanda kecemasan sampai akhirnya harus membuat video klarifikasi.

Terhadap fenomena ghosting ini, Pesan Bapa Paus Fransiskus pada peringatan Hari Komunikasi Sedunia Ke -- 55 bertajuk "Datang dan Lihatlah" sangat penting untuk kita refleksikan bersama.

Kalimat yang menurut saya pas untuk direfleksikan yakni ketika paus mengatakan: "Dalam komunikasi tidak ada yang bisa sepenuhnya menggantikan "melihat" secara pribadi. Beberapa hal hanya dapat dipelajari dengan mengalami. Kita tidak berkomunikasi hanya dengan kata -- kata, tetapi dengan mata, dengan nada suara, dan dengan gerakan."

Melalui kalimat ini Paus mau mengingatkan kita bahwa kehadiran secara nyata di hadapan orang lain adalah bentuk komunikasi yang paling efektif dan tidak bisa digantikan dengan apa pun termasuk media sosial.

Dengan kehadiran secara langsung, kita tidak saja mendapatkan informasi yang jujur karena melibatkan seluruh indera kita saat berbicara dengan orang lain, tetapi pada saat yang sama kehadiran dapat membantu kita mengenal orang lain secara intens sehingga kita tidak gampang membuat suatu hubungan percintaan dengan seseorang.

 Selain itu kalimat lain yang bisa kita jadikan bahan refleksi yakni ketika Bapa Suci mengatakan: "Sejak lama kita sudah mengetahui bagaimana berita dan bahkan gambar mudah dimanipulasi dengan pelbagai alasan.

Kadang -- kadang hanya karena narsisme belaka". Kalimat sederhana ini mau mengingatkan kita bahwa media sosial bukanlah tempat yang aman bagi siapa pun untuk menjalin hubungan percintaan.

Media sosial bisa saja menjadi ruang berbahaya untuk saling menipu, saling memanfaatkan, saling membenci dan saling meng-ghosting karena kurangnya kesempatan untuk memverifikasi setiap informasi yang diberikan oleh seseorang kepada kita.

Karena itu ketika kita menjalin suatu hubungan hanya dengan bermodalkan media sosial tanpa bertemu secara langsung, itu sama saja kita sementara menggali lubang untuk diri kita sendiri supaya masuk ke dalam jebakan ghosting atau bahaya lain yang lebih besar. Mengapa demikian?

Menurut saya ada dua alasan utama. Pertama, kita tidak bisa memastikan apakah orang yang membangun hubungan dengan kita benar -- benar mencintai kita. Sebab kita tidak melihat ekspresi wajahnya, kita tidak mendengar suaranya, kita tidak bisa melihat gerakan tubuh atau gesturnya dan kita tidak bisa merasakan ketulusan dari setiap sentuhan yang ia berikan. Orang itu bisa saja berbohong demi keuntungan -- keuntungan tertentu yang tidak kita prediksi sebelumnya.

Kedua, kita tidak bisa memastikan apakah orang tersebut sesuai dengan kriteria kita. Sebab di media sosial banyak orang menutupi identitas aslinya atau memajang foto diri yang cantik atau ganteng (foto editan) padahal sejatinya tidak.

Mereka bermodalkan identitas dan foto palsu itu mulai merayu targetnya lalu menjalin hubungan percintaan. Akibatnya ketika bertemu secara langsung, orang yang merasa pasangannya tidak sesuai kriterianya akan menghilang tanpa berita.

Lalu apa yang bisa kita buat untuk menghadapi fenomena ghosting ini? Tiga tips ini bisa membantu:

  • Hindari membangun hubungan percintaan hanya bermodalkan media sosial. Sebab banyak orang menyembunyikan identitas aslinya di media sosial dan memperlihatkan sesuatu yang lain hanya untuk narsisme belaka.
  • Jika sudah terlanjur membangun hubungan pertemanan dengan seseorang melalui media sosial, maka jangan terlalu percaya setiap perkataan lawan bicara kita. Sebab bisa saja setiap perkataan yang dituliskan di layar inbox hanyalah ungkapan -- ungkapan manipulatif.
  • Jika ingin membangun hubungan yang serius, maka harus gunakan metode "datang dan lihatlah". Dengan kata lain harus bertemu secara langsung, berbicara, melihat ekspresi wajah, mengenali gestur tubuhnya dan merasakan ketulusan dari sentuhan -- sentuhan yang diberikan. Apabila ditemukan gelagat -- gelagat yang aneh dan mencurigakan sebaiknya hubungan itu hanya sebatas teman saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun