Dalam sebuah penggeledahan yang dilakukan oleh Tim Densus 88 dan Polisi terkait aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makasar, ditemukan sebuah surat wasiat yang ditulis oleh pelaku berinisial L. Surat itu berisi permintaan maaf pelaku dan beberapa pesan kepada keluarga. Ia menulis:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,Â
Wasiat kepada orang yang saya cintai karena Allah
Wahai umi ku minta maafkan kalau ada salahku baik perilaku maupun lisanku. Jangan lupa senantiasa beribadah kepada Allah dan jangan tinggalkan salat. Semoga Allah kumpulkan kita di surga-Nya. Umi, sekali lagi minta maafkan. Ku sayang sekali, tapi Allah lebih menyayangi hamba-Nya.Â
Makanya saya tempuh jalanku sebagaimana nabi atau rasul Allah untuk selamatkanku dan bisa kita kembali berkumpul di surga. Satu pesanku buat kita umi, berhenti ambil uang di bank dan itu uang kontrak rumahku masih ada lima bulan di karyawan laundry, Rp 500 ribu/bulannya. Kontrakan ambil tiap bulan, simpanku untuk bayar pinjaman.Â
Pitto, minta maafkan kalau ada salahku dek, baik itu lisanku maupun perbuatanku dulu. Satu pesanku untuk kau dek, jaga umi baik-baik. Kau bisa jaga umi dan jangan juga malas-malasan salat dan jangan bergaul-gaul. Fokus saja bantu umi.Â
Istiqomah kita semua di jalan ini. Nah umi, Pitto dan keluargaku yang saya cintai karena Allah. Semoga Allah kumpulkan kita di surga dan semua saudaranya dan keluarganya bapakku."
Dari sekian banyak kata yang dituliskan pelaku, saya menemukan satu kalimat yang sangat menarik dan menjadi salah satu alasan ia melakukan bom bunuh diri. Ia menulis,"Umi, sekali lagi minta maaf ka, ku sayang sekali tapi Allah lebih menyayangi hamba-Nya, makanya saya tempuh jalanku sebagai mana jalan Nabi/Rasul Allah untuk selamatkan ki dan bisa ki kembali berkumpul di surga". Di sini ia secara eksplisit mengatakan bahwa ia sangat mencintai ibunya tetapi Allah lebih mencintai dia, makanya ia memilih jalannya sendiri sesuai jalan Nabi.
 Menurut saya kalimat ini bermakna sangat mendalam dan biasanya kita temukan kalimat semacam ini dalam caption di facebook yang ditulis oleh mereka yang baru saja kehilangan (meninggal dunia) orang -- orang yang mereka cintai. Karena itu ketika seseorang berani mengatakan kalimat ini kepada orang yang masih hidup, sudah bisa dipastikan bahwa ia sudah siap untuk mati.
Saat itu ia tak lagi memikirkan dirinya sendiri, keluarganya apalagi orang lain. Hubungannya menjadi lebih personal antara dirinya dan Allah sehingga ia rela melakukan apa saja untuk menjawab cinta Allah itu, termasuk melakukan bunuh diri dan membunuh banyak orang lain yang dianggap sebagai musuh Allah.
Kalimat ini tentu tidak datang dengan sendirinya tetapi melalui ajaran dan dokrinasi yang kuat dan terus -- menerus. Mereka dicuci otak dan dilatih untuk menafikan cinta akan diri sendiri dan cinta kepada sesama. Fokus mereka hanya pada cinta kepada Allah. Â Yang kemudian diwujudkan dalam aksi -- aksi yang sebenarnya justru tidak disukai oleh Allah sendiri.
Kalimat itu juga pada saat yang sama menunjukan bahwa mereka adalah manusia biasa yang mempunyai pikiran dan perasaan. Mereka bukan zombi atau mayat hidup yang tidak kenal diri dan tidak memahami apa itu cinta sebagaimana yang digambarkan dalam film -- film. Mereka juga bukan robot hidup yang hanya menunggu untuk dikendalikan oleh remote control. Mereka adalah manusia yang sadar  sepenuhnya dengan apa yang sementara dan akan mereka lakukan.
Mereka tentu tahu bagaimana rasanya sakit, rasa takut pada kematian dan rasa sedih meninggalkan orang -- oang yang mereka cintai. Kita saja kalau membayangkan akan mati sudah sangat menakutkan apalagi mereka yang setiap saat membayangkan mati dengan meledakan diri. Pasti sangat mengerikan membayangkan tubuhnya hancur berkeping -- keping, menjadi onggok -- onggok daging yang terbuang sia -- sia, lalu didoakan orang sedunia sebagai manusia terkutuk.
Mereka juga tentu tahu konsekuensi dari tindakan mereka bahwa keluarganya akan dianggap sebagai keluarga teroris yang bisa saja dikucilkan dan dijauhi masyarakat. Padahal keluarganya mungkin tidak tahu apa -- apa dengan apa yang mereka lakukan. Dengan memikirkan hal ini seharusnya mereka bisa mengambil tindakan sadar untuk menolak beraksi demi keluarga yang dicintainya. Namun ajaran dan doktrin bahwa jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang suci, mereka menafikan semua pikiran dan perasaan manusiawi mereka dan memilih mati.
Atas dasar pemikiran ini, saya mengajak kita untuk berhati -- hati. Pelaku L hanya satu dari mungkin ribuan atau mungkin jutaan  yang sudah terpapar ajaran semacam ini. Besok atau lusa bisa saja terjadi aksi -- aksi serupa apalagi dalam minggu ini umat Kristiani akan memasuki masa Paskah. Mereka tentu akan melihat kesempatan ini sebagai momentum untuk menegakan ajaran mereka dan sarana bagi mereka untuk mewujudkan cinta mereka kepada Allah serta menjadi pilihan jalan menuju ke surga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H