Mohon tunggu...
REDEMPTUS UKAT
REDEMPTUS UKAT Mohon Tunggu... Lainnya - Relawan Literasi

Lakukanlah segala pekerjaanmu di dalam kasih (1kor. 16:14)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memilih Pola Asuh yang Tepat untuk Anak

14 Maret 2021   22:12 Diperbarui: 14 Maret 2021   22:43 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            

Sebagai pasangan yang baru saja menikah, memiliki anak adalah impian terbesar kami. Karena itu selama masa -- masa awal pernikahan banyak waktu kami gunakan untuk berdiskusi tentang anak -- anak kami kelak. Salah satu yang menjadi topik diskusi kami adalah bagaimana mengasuh dan mendidik anak -- anak.

Mengapa ini penting? Di Timor pola mengasuh dan mendidik anak merupakan salah satu persoalan yang serius. Hal ini karena faktor karakter dan budaya Timor yang keras. Di sini mengasuh dan mendidik anak tanpa kekerasan dinilai terlalu lembek, terlalu memanjakan anak, membuat anak menjadi besar kepala dan malas bekerja. Maklumlah di sini anak -- anak memang dididik untuk bekerja membantu orang tua di rumah dan di ladang atau di kebun.

Maka dari itu jika berkunjung ke pulau Timor kita akan menemukan banyak orang tua yang suka membentak, mencubit, memukul dan memaki anak -- anak sebagai bagian dari mendidik anak -- anak mereka. Bahkan tidak hanya orang tua, guru pun melakukan hal yang sama sebagai upaya menegakkan disiplin di sekolah.

adahal jika menelusuri berbagai sumber justru pola asuh dengan kekerasan akan menimbulkan dampak -- dampak negatif yang berpengaruh pada fisik, psikologis, dan karakter anak -- anak. Pada fisik misalnya Anak akan terluka, memar dan mati. Pada psikologis, anak bisa menjadi pemarah, agresif, pendiam, dan sulit konsentrasi belajar. Sedangkan pada karakter, anak akan menganggap bahwa menyakiti orang lain adalah hal yang wajar.

Dengan adanya dampak ini tentu harapan orang tua untuk memiliki anak yang cerdas, sehat  dan berkarakter baik akan pupus. Orang tua justru akan melahirkan sosok pemberontak yang rela melakukan kekerasan apa pun kepada orang lain atau kepada orang tuanya sendiri. Role model inilah yang kemudian akan menjadi warisan turun temurun dan akhirnya menjadi budaya.

Atas dasar itu kami berencana mencoba menerapkan pola pengasuhan positif bagi anak -- anak kami kelak. Pola pengasuhan positif adalah keterampilan mendidik dan mengasuh anak dengan membangun hubungan yang kuat antara orang tua dengan anak agar anak dapat mengembangkan sifat -- sifat positif. Yang menjadi kunci utama pola asuh ini adalah ketulusan untuk menerima perasaan orang tua dan anak apa adanya dan kemampuan untuk menyampaikan kebutuhan orang tua dan memahami kebutuhan anak. Semuanya dilakukan dengan tanpa kekerasan.

Bagaimana melakukannya? Pertama, sebagai orang tua kami harus mempunyai konsep diri yang positif. Dengan kata lain sebelum mendidik anak -- anak kami harus sejahtera secara mental. Karena orang tua yang tidak sejahtera secara mental cenderung akan mendidik anaknya secara keras dan tidak tulus.

Kedua, selalu bersikap, berperilaku dan bertutur kata dengan penuh kasih sayang, tanpa kekerasan. Sikap ini memang sangat sulit kami dilakukan apalagi sudah terpapar budaya Timor yang keras. Tapi demi masa depan anak -- anak hal ini menjadi keharusan yang perlu dilakukan oleh orang tua di rumah.

Ketiga, suami dan istri saling bekerja sama mengasuh anak. Di Timor budaya patriarki sangat kuat sehingga biasanya mengasuh anak menjadi tanggung jawab istri. Sedangkan tugas suami mencari nafkah bagi keluarga. Akibatnya anak lebih dekat dengan ibu daripada bapaknya. Hal ini tentu sangat tidak baik bagi perkembangan karakter anak ke depan. Karena itu kerja sama suami istri sangat dibutuhkan dalam mengasuh dan mendidik anak -- anak.

Keempat, sebagai suami dan istri kami harus menghindari konflik atau bertengkar di hadapan anak -- anak. Karena bertengkar di hadapan anak -- anak akan sangat mengganggu psikologi anak. Selain itu anak -- anak juga akan menganggap bahwa bertengkar dan berkelahi adalah hal wajar. Karena itu jika ada masalah suami istri usahakan dibicarakan atau didiskusikan saat anak tidak ada di rumah atau sudah tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun