Hilang rona, hilang cantiknya.
Air wajahnya membuncah ternoda debu - debu pasar, kotor.Dari langit surya ikut melegam kulit, riak tubuh memenuhi seluruh. Sirna pesona, sirna eloknya.
Di pasar dia menyambung hidup. Menyambung mimpi anak - anak. Hilang malu, pantang meradai.
Tak peduli lautan cibiran jua rayuan para hidung belang, dia bermain dengan kerasnya hidup.
Terus berjuang, melupa polesan gincu saat suami masih setia. Melawan manja - manja omong kosong suami sebelum mendua. Kini hilang dandan, hilang manja.
Merajut hidup dari subuh hingga rubuh tubuh pada petang. Di dalam kamar lusuh, hati luruh. Air matanya jatuh, basah diri seluruh.
Tapi nestapa tak dapat ditolak. Biar suami menghilang, anak - anak tak boleh merintih lapar. Biar semua kenangan lebur, mimpi anak - anak tetap bersinar.
Sekalipun air wajah keruh, hatinya tetap bening, pandangannya jernih.
Dia melihat jauh ke masa depan, tak peduli duri yang menusuk kaki di sepanjang jalannya.
Atambua, 09 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H