Mohon tunggu...
Redaktur PPIJ
Redaktur PPIJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Publikasi PPIJ 2021-2022

PPIJ adalah organisasi mahasiswa Indonesia di Jepang. Di laman Kompasiana ini, kami akan merilis seri Jendela Ilmu yang membahas berbagai topik dari beragam bidang keilmuan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Manusia dan Bumi: Peran Arus Laut dan Sirkulasi Atmosfer (Bagian 4)

9 April 2022   01:00 Diperbarui: 13 April 2022   11:08 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 9. Kapal galleon milik Spanyol. Sumber: iStock

Kerajaan Air Eropa 

Setelah ekspedisi da Gama yang berhasil sampai ke India, para penjelajah dan pedagang Portugis berikutnya mulai untuk berlayar secara rutin ke sana, tentunya menggunakan jalur yang ditempuh da Gama. Satu hal yang paling penting, mereka mulai memahami bagaimana angin muson bekerja. Mereka akan menunggu hingga musim panas untuk menyeberang dari pesisir Afrika menuju India, dan menunggu hingga musim dingin untuk berlayar ke arah sebaliknya. Dari sinilah, Portugis mulai secara rutin berlayar ke Asia Tenggara, khususnya Kepulauan Rempah-rempah, untuk berdagang dan tentunya mendapatkan rempah-rempah.

Dengan para penjelajah Portugis sudah memahami dengan baik navigasi mereka dari Portugal ke Kepulauan Rempah-rempah, ditambah dengan kekuatan besar militer mereka saat itu (termasuk di laut, dengan kapal-kapal yang sudah dilengkapi dengan belasan hingga puluhan meriam) yang merupakan imbas dari perang berkelanjutan selama ratusan tahun dengan kerajaan-kerajaan lain di Eropa, mereka dengan mudah menangguhkan supremasinya di wilayah tersebut demi mengamankan berbagai sumber daya yang penting, termasuk rempah-rempah. Dimulai dari India, pada 1510, mereka menguasai Goa dan menjadikannya pusat operasi militer mereka di Samudra Hindia. 

Setelahnya, mereka terus memperluas dominasi mereka menuju Asia Tenggara. Pada 1511, mereka menguasai Malaka. Dominasi mereka atas Malaka sangatlah krusial. Seperti yang sudah dibahas di artikel pertama, Selat Malaka menjadi salah satu jalur perdagangan maritim utama dan saat itu merupakan satu-satunya pintu masuk (melalui jalur laut) menuju Banda dan Maluku -- satu-satunya penghasil pala dan cengkeh di dunia -- serta Asia Timur seperti China dan Jepang yang juga merupakan produsen berbagai jenis rempah-rempah, termasuk sutra. 

Alhasil, siapapun yang menguasai Selat Malaka, secara otomatis juga menguasai jalur perdagangan seluruh komoditas tersebut dan hal ini menjadikan Portugis sebagai kerajaan yang sangat kuat saat itu. Setelah menguasai Selat Malaka, mereka dengan mudah menguasai Banda dan Maluku. Tidak sampai di situ, mereka juga mendapat izin untuk membangun pusat perdagangan di Macau dan Jepang pada 1557 dan 1570. Hal ini semakin menegaskan dominasi Portugis terhadap jalur perdagangan maritim di Asia (Brotton, 2013). Sebuah kerajaan air yang adidaya.

Kesuksesan Portugis dijadikan contoh oleh para negara Eropa lainnya, termasuk Belanda, Inggris, dan Prancis. Negara-negara tersebut saling berebut untuk menguasai lokasi-lokasi strategis di sepanjang jalur perdagangan maritim Portugis saat itu, termasuk Selat Malaka. Akibatnya, berbagai perang kolonial antara negara-negara tersebut pun pecah di seantero samudra. Eropa telah berpindah ke Asia.

Jalan Tol di Samudra

Satu hal yang menarik adalah bahwa desain kapal para penjelajah Eropa di awal Era Eksplorasi berbeda dari saat mereka sudah membangun jalur perdagangan maritim menuju Asia. Di awal-awal Era Eksplorasi, sebagian besar kapal para penjelajah dibuat sedemikian rupa sehingga kapal tersebut memiliki kemampuan manuver yang mumpuni dan mampu untuk melawan arah angin, cocok untuk penjelajahan jarak jauh. Walau begitu, desain kapal ini tidak dibuat untuk mengangkut kargo yang besar dan membutuhkan jumlah kru yang cukup banyak untuk dapat dijalankan. 

Setelah Portugis membangun jalur perdagangan maritim, fokus mereka adalah untuk berdagang, bukan lagi menjelajah, dan desain kapal seperti itu tidak lagi ideal. Karenanya, mereka mulai membangun kapal yang cocok untuk berdagang: membutuhkan sedikit kru kapal dan dapat mengangkut jumlah kargo yang besar. Kapal-kapal seperti ini disebut sebagai galleon (Rodger, 2012). 

Keuntungan sekaligus kerugian dari desain kapal seperti ini adalah layarnya yang sangat besar. Dengan layar sebesar itu, jika kapal berlayar searah arah angin, kapal akan bergerak sangat cepat. Ambil contoh da Gama yang menyeberangi Samudera Hindia dari Mombasa ke Kalikut yang hanya memakan waktu 25 hari dengan mengikuti angin muson. Durasi yang bahkan lebih cepat lagi dicapai oleh para pedagang-pedagang Portugis setelahnya karena mereka mulai menggunakan kapal galleon. Namun, kerugiannya adalah, kapal tidak akan bisa bergerak melawan arah angin. Hal ini menyebabkan seluruh jalur perdagangan maritim yang dibentuk setelah era da Gama hanya mengikuti arah pergerakan angin (berbeda dari awal Era Eksplorasi saat para penjelajah Portugis mencoba untuk melawan angin di berbagai kondisi seperti saat di Cape Bojador dan Teluk Guinea, atau saat putaran pertama volta do mar). Beberapa jalur perdagangan maritim baru ini, yang utama, adalah Jalur Dagang Galleon (Galleon Trade Route) yang ditemukan oleh penjelajah Spanyol dan Jalur Brouwer yang ditemukan oleh penjelajah Belanda.

Jalur Dagang Galleon

Jalur Dagang Galleon adalah jalur yang dibentuk oleh para penjelajah dan pedagang Spanyol. Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, Perjanjian Alcovas memaksa Spanyol untuk berlayar ke barat menuju benua Amerika. Untuk sampai ke Asia demi mendapatkan rempah-rempah, mereka perlu memotong Amerika dan menyeberangi Samudra Pasifik di depannya. Pada tahun 1513, para penjelajah Spanyol menemukan jalur untuk memotong Amerika, yaitu melalui sebuah kanal kecil di Panama yang saat ini disebut Isthmus of Panama (Brotton, 2013). 

Lalu di 1520, seorang penjelajah Portugis namun bekerja untuk Spanyol, bernama Ferdinand Magellan, menemukan jalur lain untuk memotong Amerika, yaitu dengan mengitari ujung Amerika Selatan melalui sebuah selat yang saat ini diberi nama berdasarkan namanya, Selat Magellan. Setelah menyeberangi selat, di depannya terbentanglah Samudra Pasifik. Tepat setelah menyeberangi selat, arus Peru langsung membawa kapalnya ke utara menyusuri pesisir Cile (Gambar 2) sebelum kemudian northeasterly winds mendorongnya menyeberangi Samudra Pasifik menuju Filipina. Empat bulan kemudian, ia sampai di Filipina. Magellan dibunuh oleh penduduk lokal di sana karena mereka menolak ajaran Kristen yang berusaha dikenalkan olehnya. Walau begitu, sebagian besar awak kapal berhasil melarikan diri dan walaupun kapten mereka terbunuh, mereka tetap melanjutkan perjalanan menuju barat untuk menuju Kepulauan Rempah-rempah. Mereka sampai di sana pada November 1521 dan akhirnya mendapatkan rempah-rempah yang mereka cari: pala dan cengkeh.

Gambar 9. Kapal galleon milik Spanyol. Sumber: iStock
Gambar 9. Kapal galleon milik Spanyol. Sumber: iStock

Masalah baru yang sisa awak kapal Magellan (yang sekarang dikapteni oleh para perwira Magellan secara bergantian) hadapi adalah cara mereka kembali ke Spanyol. Pada saat itu, perairan Pasifik masih asing bagi orang Eropa, bahkan untuk para penjelajah Portugis, karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di Samudra Atlantik. Karenanya, mereka belum tahu pola angin di samudra tersebut. Satu-satunya yang mereka tahu adalah bahwa bumi itu bulat dan mereka bisa sampai ke Spanyol dengan tetap berlayar ke barat. Lalu, pada Desember 1521, mereka berlabuh dari Kepulauan Rempah-rempah ke barat menuju Spanyol dan sampai di sana pada September 1522. Mereka menjadi manusia yang pertama kali mengitari Bumi.

Baru empat puluh tahun kemudian para penjelajah Spanyol dapat memahami pola angin di sekitar Samudra Pasifik yang dapat membawa mereka kembali pulang dari Kepulauan Rempah-rempah tanpa harus mengitari Bumi. Mereka sadar bahwa pola angin di sekitar Samudra Pasifik sama persis dengan yang ada di Atlantik. Dari Filipina, mereka hanya perlu bergerak ke utara hingga sampai di sekitar Jepang sebelum kemudian southwesterly winds mendorong mereka kembali ke Amerika, tepatnya di pesisir California (sama seperti yang dilakukan Columbus untuk pulang dari Karibia dalam ekspedisi-ekspedisinya). 

Mereka mengisi ulang persediaan kapal di sana sebelum melanjutkan perjalanan terakhir mereka menuju Acapulco, Meksiko, mengikuti arus California. Jalur ini kemudian disebut Jalur Dagang Galleon dan menjadi jalur perdagangan terpanjang sepanjang sejarah yang sangat aktif digunakan oleh para pedagang Spanyol dari 1565 hingga 1815 (Fish, 2010). Jalur inilah yang menyebabkan pengaruh Spanyol di pesisir barat Amerika begitu kental hingga beberapa nama kota di sana memiliki nuansa Spanyol seperti Los Angeles, San Diego, San Francisco, dan San Jose.

Yuk langsung baca bagian terakhirnya di sini ! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun