Angin yang berhembus dekat dengan permukaan mengakibatkan munculnya arus laut. Pola pergerakan arus laut ini mengikuti arah hembusan angin di atasnya. Dengan fakta bahwa lautan dibatasi dengan daratan dan bahwa efek Coriolis juga berlaku, maka pola arus laut ini cenderung bersifat lokal, mengikuti bentuk daratan yang mengitarinya (lihat Gambar 2).
 Satu lagi pola pergerakan udara, yang walaupun bukan termasuk yang utama, tetap memiliki andil yang sangat besar dalam sejarah manusia. Angin muson/monsoon. Proses ini sama persis dengan yang menghasilkan angin sepoi-sepoi yang kita rasakan jika sedang berada di pantai. Pada siang hari, daratan terpanaskan lebih cepat dari lautan karena daratan cenderung menyerap panas, bukan memantulkannya seperti yang dilakukan oleh air. Oleh karenanya, udara di atas daratan bergerak naik dan meninggalkan daerah bertekanan rendah di bawahnya. Udara yang lebih dingin di atas laut kemudian "terhisap" ke daerah bertekanan rendah ini, menghasilkan angin sepoi-sepoi yang berhembus dari laut ke darat.Â
 Pada malam hari, proses yang terlibat adalah kebalikannya. Udara di atas daratan mendingin lebih cepat sehingga udara di atas laut akan bergerak naik, meninggalkan daerah bertekanan rendah di bawahnya yang kemudian menghisap udara dari daratan yang lebih dingin. Akibatnya, angin sepoi-sepoi berhembus dari darat ke laut. Angin muson hanyalah versi yang lebih besar dari angin sepoi-sepoi dan terjadi dalam skala waktu musiman, bukan harian: saat musim panas, dataran benua terpanaskan lebih cepat dari samudra di sekitarnya dan akan menyebabkan angin muson berhembus ke dataran tersebut. Sebaliknya untuk musim dingin.
 Angin muson umumnya diasosiasikan dengan Samudra Hindia dan dataran sepanjang Himalaya, India, hingga Asia Tenggara, karena angin ini dirasakan paling kuat di sekitar wilayah-wilayah tersebut dan merupakan konsekuensi langsung dari kondisi geografisnya, khususnya India dan Himalaya (Clift et al., 2000; Rajagopalan & Molner, 2013). Efek yang paling signifikan dari keberadaan angin muson di sekitar Samudra Hindia dan India dirasakan oleh ITCZ di wilayah tersebut.Â
 Selama musim panas, angin muson yang kuat berhembus dari Samudra Hindia ke India dan menyebabkan ITCZ terdorong sejauh 3000 km ke utara. Sebaliknya, saat musim dingin, angin muson berhembus dari India ke Samudra Hindia dan mendorong ITCZ sejauh 3000 km ke selatan. Akibatnya, masing-masing dari northeasterly dan southeasterly winds mencakup area yang lebih luas saat musim dingin dan musim panas. Jauh sebelum para penjelajah Portugis sampai di Samudra Hindia, para pelaut di sekitar wilayah tersebut sudah menyadari keberadaan angin ini dan kemudian memanfaatkannya untuk melakukan perjalanan laut, baik untuk berdagang ataupun menjelajah (Crowley, 2016). Dengan mengetahui kapan angin muson berhembus ke India atau Samudra Hindia, para pelaut dapat dengan mudah menyeberangi samudra tersebut.
bagian 2!Â
 Sesi sains resmi berakhir di sini. Sekarang, mari kita masuk ke dalam kisah para penjelajah yang tak kenal lelah dan rasa takut. Semua bermula dari sebuah negara di Semenanjung Iberia yang bisa dibaca lebih lanjut diBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H