Mohon tunggu...
Redaktur PPIJ
Redaktur PPIJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - Biro Publikasi PPIJ 2021-2022

PPIJ adalah organisasi mahasiswa Indonesia di Jepang. Di laman Kompasiana ini, kami akan merilis seri Jendela Ilmu yang membahas berbagai topik dari beragam bidang keilmuan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Memprediksi Harga Saham dengan Machine Learning, Apakah Bisa? (Bagian 2)

18 Desember 2021   11:00 Diperbarui: 26 Desember 2021   03:25 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Studi Kasus Saham Lufthansa

Sebagai informasi, penulis menggunakan cabang dari ANN yang bernama LSTM (Long Short-Term Memory) untuk keperluan prediksi ini. Penulis akan menggunakan saham Deutsche Lufthansa (dengan nama LHA.DE), satu-satunya perusahaan penerbangan Eropa yang memiliki 5-star rating, sebagai subjek studi kasus. Data historis diunduh dari Yahoo! Finance dan merentang dari 20 November 2000 sampai 19 November 2020. Berikut adalah grafiknya (harga yang digunakan adalah harga penutupan yang sudah dikoreksi terhadap aktivitas perusahaan yang bersangkutan atau adjusted closing price dengan interval harian). Saham dari perusahaan-perusahaan penerbangan, menurut penulis, menarik untuk dianalisis karena tren harga sahamnya, untuk belakangan ini, cenderung menurun (down-trend) akibat Covid-19 (lihat grafik) sehingga ANN akan semakin mudah untuk memprediksi trennya. 

Sekarang, mari kita coba memprediksi tren harga saham Lufthansa di atas menggunakan LSTM. Prinsip cara kerja LSTM untuk pemodelan tren harga ini sama seperti yang sudah dijelaskan di paragraf sebelumnya. Pertama, LSTM butuh training data.

Darimana data ini didapatkan? Tentu dari set data yang ditampilkan di grafik di atas (data harga saham yang diunduh). Umumya, training data mencakup 80% atau 90% dari total data yang digunakan. Dengan kata lain, training data kita meliputi data saham dari 20 November 2000 sampai 21 Januari 2019 (jika 80%) atau 3 Desember 2019 (jika 90%). Mari gunakan rasio 90% untuk studi kasus ini. Sisa datanya -- disebut sebagai test data --- adalah data yang akan diprediksi, sehingga test data kita merentang dari 4 Desember 2019 - 19 November 2020. Agar lebih mudah untuk dibayangkan, berikut disajikan grafik pembagian antara training dan test data yang digunakan.

Dokpri
Dokpri

Setelah membagi set data menjadi training dan test data, maka langkah selanjutnya adalah melatih LSTM dengan training data. Training data ini akan digunakan oleh LSTM sebagai media "belajar" dalam mengenali pola/tren umum yang ditemui dalam set data harga saham tersebut (penulis menggunakan library Python bernama keras sebagai media machine learning dalam studi kasus ini).

Setelah selesai dilatih, mirip seperti murid sekolah atau mahasiswa pada umumnya yang pemahamannya terhadap materi yang disampaikan ketika kegiatan pembelajaran akan diuji melalui semacam ujian, LSTM juga akan diuji performanya melalui test data. Dengan kata lain, test data ini (data harga saham dari 4 Desember 2019 sampai 19 November 2020) adalah data harga saham yang ingin diprediksi dan performa LSTM akan dinilai dari seberapa akurat algoritma tersebut dalam melakukannya. Berikut adalah hasil prediksi LSTM untuk test data yang digunakan (untuk pembaca yang tertarik untuk mencoba sendiri: besar parameter neuron, epoch, dan batch size yang digunakan adalah 50, 250, dan 8 berturut-turut; parameter lain dibiarkan pada nilai default keras).

Dokpri
Dokpri

Kita sudah mendapatkan hasil prediksinya. Lalu pertanyaannya, apakah prediksi tersebut akurat? Tingkat akurasi ditentukan dari nilai berbagai tolok ukur/parameter galat seperti MSE, RMSE, atau MAPE. Semakin kecil nilainya, maka tingkat akurasinya semakin tinggi (nilai MAPE untuk hasil prediksi pada studi kasus di atas adalah ~0,052). Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada dasarnya, nilai parameter-parameter tersebut perlu dibandingkan dengan hasil prediksi lain agar memiliki makna yang berarti (Kim & Kim, 2016). Perbandingan semacam ini umumnya bertujuan untuk mencari tahu algoritma ANN atau nilai parameter yang lebih baik dalam memprediksi pola/tren tertentu. Akurasi bisa ditingkatkan dengan melakukan fine-tuning parameter-parameter algoritma (mencari nilai parameter yang menghasilkan prediksi paling baik) ataupun memperbanyak training data.

Tapi apakah keterbatasan tertentu dari metode ini, cek bagian selanjutnya untuk mencari tahu! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun