Tetapi hal ini tentu saja mengundang kemarahan beberapa negara atau kesemakmuran negara yang ada, seperti contonya Uni Eropa yang kemudian mengajukan sidang panel terhadap pelanggaran Indonesia terhadap regulasi perdagangan internasional. Uni Eropa menilai Indonesia tidak menepati perjanjian, apalagi Uni Eropa yang melakukan wacana soal perancangan mobil listrik yang bahan utamanya adalah nikel. Uni Eropa kemudian tidak menerima hilirisasi yang dilakukan Indonesia dan mengajukan itu ke WTO untuk diproses. Segera setelahnya Indonesia dijatuhi sanksi dan harus membayar sejumlah besar yang sebagai bentuk denda. Mengingat adanya kepentingan, Indonesia juga tetap mempertahankan keinginan mereka untuk melakukan hilirasasi karena sudah cukup lama bahan tambang di Indonesia diambil dan hal tersebut dinilai tak menguntungkan pihak Indonesia. Pertahanan yang dilakukan Indonesia adalah dalam bentuk tidak memperdulikan sanksi yang diberikan WTO dan tetap mengajukan banding yang berhasil masuk dalam antrian proses pada Desember lalu, serta tetap melaksanakan kebijakan soal penghentian ekspor nikel mentah.Â
Beberapa sumber mengatakan bahwa pasca globalisasi dampak yang memungkinkan terjadi adalah rantai pasok global pasti akan bersinggungan dengan lingkungan. Hal ini disebabkan karena sekarang transfer atau distribusi barang banyak yang mengutamakan barang dasar untuk membuat suatu teknologi. Sehingga pastinya manufaktur berkembang, apalagi perkembangan itu sukar dihentikan sekaligus sukar diatasi. WTO bukan sesuatu yang mampu menahan perputaran kompleks dan rumit aktivitas rantai pasok global, apalagi regulasi yang dihasilkan WTO seringkali bersinggungan dengan kegiatan rantai pasok serta keberlangsungan aktivitas bisnis dan perdagangan. Hal ini menjadi kelemahan WTO, sehingga memungkinkan Indonesia bisa mengajukan banding terhadap tuntutan Uni Eropa. Apalagi permasalahan kompleks yang muncul di Indonesia terjadi akibat adanya ekploitasi terhadap sumber daya yang berada di wilayah bagian Indonesia.Â
Akan tetapi tetap saja langkah yang diambil Indonesia kurang begitu tepat mengingat situasi dan kondisi yang melanda beberapa tahun terakhir. Indonesia memang mau mengambil kebijakan hilirisasi sebagai penyelesaian masalah atas ekspolitiasi nikel dan barang tambang lainnya dan pemenuhan kepentingan nasional untuk menjadi negara maju, akan tetapi penerapan yang dilakukan Indonesia mengalami kesulitan karena 3 hal, yaitu kapital, manufaktur serta teknologi yang tidak dikuasai oleh Indonesia. Sehingga penetapan kebijakan ini dinilai kurang efektif, mengingat sanksi dari WTO juga cukup besar dan kemudian Indonesia pun turut mengajukan banding terhadap bahan tambang lain yang memperpanjang permasalahan. Apalagi strategi yang diterapkan harus tepat agar Indonesia tidak kian merugi. Terutama tahun ini prediksi soal Resesi terhadap negara maju juga pasti berimbas pada negara-negara berkembang, salah satunya Indonesia.Â
Refrensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H