Sudah tujuh bulan lebih Perang antara Rusia dan Ukraina bergulir dan belum kunjung terselesaikan hingga hari ini. Sejak tanggal 24 Februari 2022, dimana Rusia mulai melakukan invasi ke Ukraina, sejak saat itu pula dinamika hubungan kedua negara ini terus memanas.Â
Meski tindakan yang dilakukan oleh Rusia diklaim sebagai upaya pertahanan negara dari ancaman yang dimungkinkan muncul ketika Ukraina bergabung dengan NATO, namun tindakan Rusia ini tetap mendapatkan kecaman dari banyak negara di seluruh dunia.Â
Hal ini semakin diperparah dengan tewasnya 5.587 warga sipil, sesuai dengan yang dilaporkan oleh PBB, dan tentunya juga semakin memperburuk hubungan Barat dengan Rusia yang memang sudah buruk sejak era Perang Dingin. Tidak hanya itu, perang antara kedua negara ini juga berperan dalam jatuhnya perekonomian global dalam suatu jurang inflasi. Untuk itu Rusia, dalam hal ini khususnya Putin, telah berupaya menempuh berbagai jalan untuk dapat mengakhiri perang ini, baik itu jalan damai maupun jalan militer. Kendati demikian cara-cara tersebut belum ada yang membuahkan hasil positif hingga saat ini.
Pada faktanya sejak seminggu perang ini berlangsung, baik Rusia maupun Ukraina telah mengadakan pertemuan untuk bernegosiasi mengakhiri perang ini. Pertemuan yang dilakukan di perbatasan Ukraina-Belarusia ini sayangnya belum bisa menemukan suatu titik temu di antara kepentingan kedua negara. Dimana dalam proses negosiasi tersebut Ukraina menuntut Rusia untuk melakukan gencatan senjata, namun Rusia jelas menolak hal tersebut. Perundingan kedua pun tetap tidak menghasilkan keputusan yang berarti, dimana Rusia tetap menolak untuk melakukan gencatan senjata sehingga perang tetap bergulir.
Selama tujuh bulan lebih perang ini bergulir, Putin tak kunjung menarik pasukan bersenjatanya dari Ukraina meskipun beberapa pasukannya telah didorong mundur secara paksa oleh Ukraina. Putin yang memang memiliki kepentingan agar Ukraina tidak bergabung dengan Uni Eropa maupun NATO karena dianggap akan mengancam keamanan dari Rusia itu sendiri, tidak akan mundur begitu saja apabila kepentingannya belum tercapai. Ditambah hingga saat ini belum ada deklarasi resmi dari Ukraina bahwa mereka tidak akan bergabung dengan NATO maupun Uni Eropa.
Meskipun demikian, sejak pasukan Rusia terpukul mundur oleh pasukan Ukraina, Putin menyuarakan jalan damai dan meminta Ukraina untuk menghentikan aktivitas militernya terhadap Rusia. Namun sayangnya Presiden Ukraina, Volodymyr Oleksandrovych Zelensky, menolak mentah-mentah upaya negosiasi yang diajukan oleh Rusia. Zelensky dalam hal ini menganggap bahwa tidak akan ada pembicaraan damai antara Ukraina dan Rusia selama Vladimir Putin tetap menjadi pemimpin Rusia.Â
Sementara itu dari sisi Putin, disaat bertemu dengan Perdana Menteri India, Narendra Modi, Ia menegaskan bahwa akan mengupayakan segala hal untuk dapat mengakhiri perang ini. Putin mengatakan kepada Modi "Saya tau posisi anda dalam konflik Ukraina ini, serta kekhawatiran yang terus menerus anda ucapkan. Kami akan melakukan apapun untuk dapat menghentikan perang ini secepatnya.Â
Hanya saja, sayangnya, pihak lawan, yang mana merupakan pemimpin Ukraina, mengumumkan penolakan terhadap proses negosiasi dan menyatakan bahwa mereka ingin mencapai tujuannya dengan cara militer, seperti yang mereka katakan saat berada di medan perang"
Sebenarnya penolakan upaya pembicaraan damai oleh Ukraina ini juga dipicu dengan adanya referendum di empat wilayah Ukraina yang menyatakan ingin bergabung dengan Rusia, dimana referendum itu diduga merupakan referendum palsu yang dibuat oleh Rusia agar dapat "mencaplok" wilayah-wilayah di Ukraina.Â
Peringatan terkait dengan penolakan upaya negosiasi ini telah disampaikan oleh Zelensky sejak awal bulan Agustus lalu, namun Putin tetap tidak bergeming. Seperti dikutip India Today Zelensky mengungkapkan bahwa "apabila penjajah melanjutkan jalan pseudo-referendums, maka kami akan menutup sendiri setiap kesempatan pembicaraan dengan Ukraina dan dunia luar, yang jelas akan dibutuhkan oleh pihak Rusia di beberapa titik."
Penolakan upaya negosiasi oleh Ukraina ini salah satunya dipicu oleh otoritas Rusia dan proksi mereka di empat wilayah Ukraina yaitu Donetsk timur dan Luhansk, Zaporizhzhia dan Kherson selatan, mengumumkan hasil referendum lima hari untuk bergabung dengan Rusia. Dimana referendum ini prosesnya sama sekali tidak diketahui oleh pihak Ukraina secara transparan dan hanya diberi tahu hasil akhirnya saja.Â
Referendum ini tentunya mendapat kecaman dari berbagai pihak seperti, NATO, Jerman, Prancis, Amerika Serikat, maupun Uni Eropa. Namun Presiden Vladimir Putin tetap tidak goyah. Hingga pada hari Jumat (30/09/2022), di tengah kontroversi yang ada, Putin tetap menandatangani perjanjian untuk "mencaplok" empat wilayah Ukraina yang diduduki Rusia.
Dengan gagalnya upaya Rusia untuk menarik kembali Ukraina ke meja perundingan untuk bernegosiasi, hal tersebut menyebabkan Rusia akan kembali melancarkan invasinya ke Ukraina. Dilansir dari ucapan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang menyebut bahwa invasi Rusia ke Ukraina atau yang disebut "operasi militer khusus" ini akan terus berlanjut karena Kiev enggan kembali ke meja perundingan. Hasil referendum yang digelar oleh Rusia dan memang merugikan Ukraina ini semakin membuat perang yang terjadi di antara dua negara ini semakin sulit mencapai kata damai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H