Mohon tunggu...
Reza Paradisa
Reza Paradisa Mohon Tunggu... Buruh - Pemulung Waktu Luang

Menulis berarti memberi kekuatan pada orang lain untuk membaca pikiran kita.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Korban" Corona dan Stigma Negatifnya

17 Maret 2020   12:08 Diperbarui: 19 Maret 2020   12:02 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar dari KompasTV

Mulai awal tahun 2020 dunia diguncangkan dengan kabar munculnya wabah virus baru yang cukup meresahkan dunia karena penyebarannya yang begitu cepat dan "mematikan". Kabarnya penyebarannya telah menginjak angka 170.000 (kemungkinan masih akan terus bertambah) orang di seluruh dunia yang sudah terkonfirmasi positif terjangkit Virus Corona. Angka yang cukup fantastis mengingat hanya dalam waktu  (-+) 3 bulan sejak awal tahun 2020 penyebarannya sudah sangat mendunia, dan bahkan saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menaikkan status Virus Corona menjadi Pandemi.

Dr. Tedros Adhanom selaku Direktur Jenderal baru WHO mengatakan, "Pandemi bukanlah kata yang digunakan untuk sesuatu hal yang ringan atau sembrono,.....". Artinya dalam pandangan WHO dalam kasus Virus Corona baru ini sudah menginjak level yang sangat membahayakan dan mengancam keselamatan dunia. Virus Corona baru ini telah diberi nama resmi Covid-19 oleh WHO sebelum statusnya dinaikkan menjadi Pandemi.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Pada tanggal 2 Maret 2020, akhirnya Pemerintah mengumumkan kasus pertama yang terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia (Meski virus ini sudah memiliki nama resminya, nampaknya masyarakat Indonesia lebih familier dengan istilah Corona dari pada Covid-19).

Panik.

Sejak kemunculan pertama sampai dengan penyebarannya yang luas, barangkali memang virus ini berhasil menciptakan kepanikan di seluruh dunia khusunya di seluruh negara terjangkit tanpa terkecuali di Indonesia. Sejak pengumuman kasus positif pertamanya, terjadi panic buying di beberapa kota tempat korban terjangkit. Bagaimana masyarakat berbondong-bondong keperluan bahan-bahan pokok di supermarket dan bahkan sampai yang paling ekstrim adalah menjadi langkanya masker dan melangitnya harga masker karena semua orang memburunya.

Tak berhenti sampai di situ, kemunculan stigma negatif yang masif di masyarakat terhadap para korban Virus Corona pun turut meresahkan. Bagaimana tidak? saya ingat betul ketika kasus positif pertama yang menyerang seorang Ibu dan Anaknya di Depok. Sontak ini menghebohkan, identitas para korban dicari-cari, bahkan sampai rumahnya didatangi dan diburu seakan para korban ini adalah pelaku kejahatan yang harus segera dihukum mati hanya karena mereka terjangkit Virus Corona.

Akhirnya, virus corona ini seakan menjadi sebuah aib yang sangat besar seperti melebihi aib manapun. Yang ditakutkan adalah justru orang-orang menjadi takut memeriksakan dirinya ketika terjadi gejala-gejala. Orang-orang menjadi lebih menutup diri karena takut dirinya benar-benar terjangkit dan tidak ingin melapor. Dia tetap melakukan banyak aktivitas seperti biasanya dengan membawa virus ke mana-mana. Jadi, manakah yang lebih berbahaya?

Sebenarnya, bukan karena virus pertamanya yang terkonfimasi positif yang membuat saya panik dan was-was. Tetapi karena reaksi dan efek yang timbul setelahnya lah yang justru membuat saya panik. Reaksi kepanikan yang membuat panik, efek ketakutannya yang membuat was-was, dan bahkan indikasi surutnya rasa kemanusiaan lah yang lebih berbahaya.

Kabar baiknya, pada Senin (16/03/2020) Pasien 01, 02, dan 03 telah dinyatakan sembuh dan sehat oleh Juru Bicara Pemerintah Khusus Covid-19. Kemudian mempersilahkan ketiganya untuk berbicara dan bercerita di depan publik dan barangkali pernyataan mereka cukup menampar kita semua. 

Salah satunya poinnya, "Kami menghimbau kepada semuanya untuk mendukung secara moral pasien yang terjangkit", "untuk orang -orang di luar jangan menghakimi pasien yang positif terjangkit Covid-19 ini dengan berbagai stigma negatif, karena pasien akan menjadi korban dua kali". Maksudnya, pasien akan menjadi korban Virus Corona dan menjadi korban perampasan moral oleh publik. Menyedihkan sekali bukan?

Akhirnya setelah mendengar pernyataan mereka itu, saya benar-benar terpukul dan tergerak untuk menulis tulisan ini. Bagaimana stigma negatif ini menjalar secara masif di masyarakat. Padahal virus ini tidak pandang bulu, siapa pun bisa tertular dan menularkan. Maka mulai dari diri kita masing-masing, mari kita tanggalkan stigma negatif itu dan senantiasa mendukung secara moral kepada seluruh "korban" yang terjangkit dan tidak perlu panik. Ini harus menjadi perhatian bersama, dan tentunya bersama melawannya dengan melakukan hal-hal sesuai arahan dari  Pemerintah.  

Terakhir, Conner Reed (25) seorang pria berkewarganegaraan Inggris yang berhasil selamat dari Covid-19 menyatakan, "Jangan Panik, karena panik tidak akan membantu siapapun. Jika proses isolasi dilakukan di mana semua orang harus diisolasi, mereka seharusnya tidak memikirkan diri sendiri, tetapi memikirkan orang lain. kalau kamu terinfeksi Virus Corona, jangan keluar jangan menginfeksi orang lain. tetaplah di rumah. Bukan karena kamu merasa tidak nyaman, tetapi untuk melindungi orang-orang di sekitarmu".

Hormat dan salam saya, untuk seluruh tenaga medis yang berjuang di garda terdepan,

Hormat dan salam saya, ntuk semua "korban" Covid-19 di seluruh dunia, khususnya di Indonesia. Kita pasti bisa!

Stay safe,

Stay calm.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun