Dulu, ketika belum dibikin Gorong-gorong dan Waduk, rumah Ibu saya dan tetangga sekitar selalu kebanjiran. Air dari jalan raya turun langsung menuju perumahan di sekitar, tanpa ada saluran air untuk mengalirkannya.
Memang, kota Palembang terkenal karena Pempek, juga terkenal dengan Banjirnya. Karena dulunya merupakan rawa-rawa, lalu di timbun sana sini, dengan sedikit saluran air. Akibatnya, banjir tak dapat dibendung meluas hingga jalan protokol. Namun sekarang agak berkurang, karena pemerintah banyak membangun Waduk untuk menampung air.
Ketika rumah Ibu saya dulunya sering kebanjiran, saya beserta keluarga selalu menguras air di dalam rumah, apalagi repotnya kalau hujan tengah malam. Duh, mana ngantuk, ditambah begadang untuk menguras.
Pernah suatu ketika sekitar tahun 2004, hujan besar tengah malam. 5 jam tak putus dengan debet air yang turun sangat banyak. Rumah kami banjir besar, hampir sebatas pinggang saya kala itu. Saya beserta keluarga tidak langsung mengungsi, tapi hanya diam di atas kursi yang ditinggikan sembari air terus menyusut.
Namun, terdengar lirih di telinga ini ada yang minta tolong. Rupanya tetangga sebelah yang dihuni oleh 2 orang wanita, satunya paruh baya dan satunya nenek-nenek. Saya lalu minta izin sama Ibu untuk menjenguk tetangga tersebut. Setelah saya lihat, perabotan dalam rumah telah mengambang. Seorang wanita paruh baya menunjuk seorang disampingnya yang nenek-nenek yang hampir tenggelam. Dengan sigap (Tidak lebay), saya segera menerobos banjir dan menolong si nenek.
Nenek saya gendong di punggung menuju tempat yang tinggi di Sekitar jalan raya.Tidak ada orang kala itu, mungkin sedang sibuk mengurus banjir semua. Nenek saya dudukkan pada sebuah Pos polisi dan mengajaknya bicara. Tidak ada apa-apa, dia tidak terluka atau kemasukan air. Cuma cemas dan panik melihat banjir besar tersebut.
Tak lama, datang anaknya membawa mantel dan selimut. Dia mengucapkan terima kasih dan rela ditinggalkan berdua saja di Pos. Saya langsung pulang dan membantu keluarga di rumah menguras banjir. Setelah hampir subuh, air di dalam rumah telah menyusut kami kuras. Saya lalu menengok tetangga di Pos dan menyuruh mereka Istirahat di rumah kami.
Saya lalu meminta Izin menengok rumah mereka, perabotan banyak yang mengapung, kursi dan kasur tak menentu lagi tempatnya. Sedikit demi sedikit, saya bantu menguras air di dalam bersama anaknya.
Akhirnya, air terkuras juga. Rumah tampak berantakan sana-sini. Anaknya meminta sebatas itu saja dibantu karena melihat saya sudah sangat kecapekan.
Dulu, banjir merupakan masalah biasa di kampung kami. Tiap hujan selalu banjir. Hujan setengah jam saja, air telah menggenang di Halaman. Namun, kalau hujan besar dan lama, terkadang masyarakat hanya memikirkan rumah mereka sendiri, dan lupa kalau ada tetangga seperti di atas, tanpa anak lelaki dan di rumahnya tanpa banyak orang sedang panik tanpa tau harus berbuat apa.
Terpenting, nenek itu selamat dan tanpa luka sedikit pun. Saya senang, walaupun cuma membantu sekedarnya saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H