Mohon tunggu...
Re Ayudya
Re Ayudya Mohon Tunggu... Lainnya - Psikoedukator_Konselor

Enthusiast to Psychology and Education

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Optimisme atau Toxic Positivity? Kenalilah Perbedaannya!

5 Januari 2022   15:05 Diperbarui: 5 Januari 2022   16:26 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Kita bisa belajar secara perlahan untuk mengubah cara kita meresponi sebuah pengalaman emosional, baik yang dialami oleh diri sendiri maupun yang sedang dialami orang lain.

  • Daripada berkata "Semangat dong!", lebih baik berkata "Di situasi seperti ini mungkin sulit bagimu untuk merasa positif, dan itu ga apa-apa ko.".
  • Daripada berkata "Segala sesuatu terjadi pasti ada alasannya.", lebih baik berkata "Ya, terkadang memang tidak mudah untuk memahami mengapa sesuatu bisa terjadi menimpa kita."
  • Daripada berkata "Ayo, move on ajalah.", lebih baik berkata "Bagaimana aku bisa membantumu untuk terus melangkah ke depan di tengah situasi yang tidak mudah ini?"
  • Daripada berkata "Ga perlu marah seperti itulah!", lebih baik berkata "Engga apa-apa ko' kalau kamu merasa marah, ini memang tidak mudah bagimu. Aku di sini, I will keep you safe."
  • Daripada berkata "Kamu pasti bisa!", lebih baik berkata "Ini memang tidak mudah dan kamu telah melalui masa-masa sulit sebelumnya. Aku percaya padamu. Seperti yang sudah-sudah, kali ini pun kamu bisa bertahan, aku selalu mendukungmu."
  • Daripada berkata "Berhentilah bersikap negatif!", lebih baik berkata "Sesuatu yang wajar apabila memiliki perasaan negatif dalam situasi seperti ini. Aku mungkin tidak dapat memahami bagaimana perasaanmu saat ini, tapi aku bersedia menemani dan mendengarkan keluh kesahmu."
  • Daripada berkata "Aku tidak boleh menyerah!", lebih baik berkata "Tidak apa-apa. Merasa letih hingga terkadang ingin menyerah itu wajar. Bagaimana jika aku coba melihat pilihan alternatif lainnya yang sesuai dengan kondisiku?"

Beberapa hal berikut dapat juga kita lakukan sebagai upaya untuk memelihara optimisme dan mengurangi toxic positivity :

  • Menerima realita keseluruhan emosi yang dirasakan (positif maupun negatif). It's really okay to be not okay.
  • Mengakui dan menerima tantangan, ketidaknyamanan, dan perasaan terluka yang dialami, serta menyadari bahwa semua perasaan tidak nyaman itu tidak akan berlangsung selamanya.
  • Tidak perlu terburu-buru, namun tetap memberi ruang pada diri sendiri untuk menarik pelajaran berharga yang mungkin saja tersembunyi di balik masa-masa sulit yang dialami.
  • Jujur dan otentik. Sadari dan jujurlah terhadap diri sendiri. Akui kondisi yang sedang dirasakan. Beri nama pada perasaan dan pikiran negatif yang dialami. Menamai emosi yang kompleks dapat membantu kita mengatasinya dengan lebih efektif.
  • Emosi itu bukan untuk ditahan tapi dikelola. Emosi negatif ataupun positif adalah wajar. Kelola perasaan dan pikiran tersebut dengan menjelajahi hal-hal positif yang terkandung di dalamnya.
  • Lakukan self care secara rutin dengan menjaga kesehatan pikiran, tubuh, dan jiwa, seperti tidur cukup, mengkonsumsi makanan sehat, melakukan aktivitas yang merangsang kreativitas dan bergabung dengan komunitas yang sehat.
  • Lakukan kebaikan dan empati pada sesama. Aktif mendengarkan dan berusahalah untuk memahami bukan menghakimi. Berhenti membanding-bandingkan masalah dan penderitaan yang dialami oleh diri sendiri maupun yang dialami orang lain.

Mari jalani tahun 2022 dengan penuh pengharapan dan optimisme yang sehat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun