Mohon tunggu...
RD Villam
RD Villam Mohon Tunggu... -

Penulis novel fantasi populer Akkadia: Gerbang Sungai Tigris (Adhika Pustaka, 2010). Penggagas lomba menulis cerpen fantasi tahunan Fantasy Fiesta.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Vill dan Moon

14 Oktober 2010   09:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:26 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Vill : WATAAA!!!
Moon : KYAAA!!!

Vill : Hehehehehe.
Moon : …

Vill : Selamat pagi!
Moon : …

Vill : Hahaha! Wajahmu itu. Haha—
Moon : Diam! Kau terlambat.

Vill : Aku?
Moon : Ya! Kau yang mengajak bertemu di sini, tapi kau sendiri yang terlambat!

Vill : Ah, kau yakin aku terlambat?
Moon : Apa aku yakin?! Demi Tuhan!

Vill : Coba lihat dulu itu, Sayang. Matahari belum lebih tinggi daripada pucuk cerobong rumahmu.
Moon : Dilihat dari mana, Idiot?

Vill : Tentu saja dari sini.
Moon : Mmm … silau.

Vill : Begini melihatnya.
Moon : Jangan dekat-dekat!

Vill : Ck.
Moon : Sana!

Vill : Hehe.
Moon : Ayam merahku sudah berkokok tiga kali, dan kambing belangku sudah mengembik lima kali.

Vill : Maksudmu?
Moon : Itu artinya kau kesiangan!

Vill : Kau mempercayakan hidupmu pada mereka?
Moon : Mereka selalu jujur.

Vill : Kau tahu, bukan aku, tapi mereka itu yang idiot karena berkokok dan mengembik lebih dari sekali.
Moon : Mereka tidak idiot! Otak mereka lebih besar daripada otakmu!

Vill : Begitukah? Biar kulihat nanti saat makan malam.
Moon : Jangaaannn!

Vill : Jangan? Hehe. Otak mereka tidak enak?
Moon : Bukan. Aku bakal muntah melihat otakmu di meja makan.

Vill : Hahaha. Maksudku ‘idiot’ tadi, mungkin mereka agak mabuk pagi ini. Salah makan kemarin malam, mungkin?
Moon : Itu namanya bukan ‘idiot’, Idiot! Dan tidak, mereka tidak salah makan. Cacing rebus untuk ayamku, dan sop rumput untuk kambingku, seperti biasa.

Vill : Tidak sebotol pun dari kotak arak Pak Walikota semalam?
Moon : A—arak?

Vill : Yeah.
Moon : Kau pikir aku yang mengambilnya?!

Vill : Yeah. Dua. Untuk ayammu, dan kambingmu. Kau sayang mereka, kan?
Moon : Tidak! Eh, maksudku, aku sayang mereka, tapi …

Vill : Hehe. Lalu apa itu yang kau bawa semalam di balik bajumu?
Moon : …

Vill : Bukan yang di dadamu tentu saja, tapi di perutmu. Dua botol, iya kan?
Moon : Mmm … itu …

Vill : Mengendap-endap di balik ruang pesta. Mengakulah. Tak mungkin kau bersembunyi dari mata elangku.
Moon : Elang?

Vill : Eh? Mmm … mata burung hantu. Atau … err … mata kucing, ya?
Moon : Kucing saja.

Vill : Ya. Kucing.
Moon : …

Vill : Jadi?
Moon : Itu untuk…

Vill : …
Moon : Ayahku.

Vill : …
Moon : …

Vill : Dasar pemabuk tua.
Moon : Hei.

Vill : Maaf.
Moon : Ah, sudahlah.

Vill : Ya.
Moon : Ya.

Vill : Tapi, sayang sekali kau tak mengambil sebotol. Hehe.
Moon : Kau …?!

Vill : Aku serius. Kenapa kau tidak mengambil sebotol?
Moon : Buat apa? Aku tidak suka arak!

Vill : Bukan araknya. Botolnya! Aku bisa jual botolnya di desa sebelah.
Moon : Oh? Benarkah?

Vill : Iya. Lumayan harganya. Aku kemarin bisa membeli pedang dari hasil menjual botol.
Moon : Pedang?!

Vill : Iya. Benda tajam panjang itu. Yang dari besi.
Moon : Idiot! Maksudku, kau bisa menukar botol dengan pedang?!

Vill : ‘Ditukar’? Itukah istilahnya? Kukira namanya ‘jual beli’. Tapi, mmm … yeah. Hebat, bukan?
Moon : Pedang kan mahal, mana bisa ditukar dengan botol?

Vill : Buktinya bisa.
Moon : Pedagang bodoh dan tolol mana yang mau menukar pedangnya dengan botol?

Vill : Memang aneh dia. Bukan pedagang biasa. Tapi baik.
Moon : Pasti pedangmu pedang murahan.

Vill : Yang penting masih bisa dipakai menyembelih ayam. Hehe. Sudah kucoba kemarin.
Moon : Jangan dekat-dekat ayamku! Kuperingatkan!

Vill : Kemarin itu bukan ayammu, tenang saja.
Moon : Bagus!

Vill : Jadi begini, botolku dua gerobak. Satu kutukar dengan—
Moon : Dua gerobak?! Dari mana kau …?!

Vill : Haha. Operasi pengumpulan botolku sudah berlangsung tiga bulan.
Moon : Tiga bulan?!

Vill : Yeah.
Moon : Ah, tentu saja! Tepat dengan saat kedatanganmu di desa ini. Jadi rupanya kau pencuri kurang ajar itu!

Vill : Aku tidak mencuri, aku mengambil dari tong sampah kalian.
Moon : Kau masuk halaman orang tanpa ijin.

Vill : Hei, kalau tidak ada aku, botol-botol kalian bakal berserakan di seluruh penjuru desa. Akulah yang membantu desa kalian memenangkan penghargaan!
Moon : Mmm… iya.

Vill : Aku baik, kan? Dan otakku paling cemerlang! Gyahahahahah!
Moon : Idiot.

Vill : Sayang sekali, tetap tak ada penghargaan buatku di pesta kemarin. Walikota kalian benar-benar pelit.
Moon : Kalau kau butuh penghargaan, kubilang nanti ke dia.

Vill : Hahaha. Aku bercanda. Lagipula, aku sudah mendapatkan pedang.
Moon : Jadi, mana? Aku mau lihat pedangmu.

Vill : Kusembunyikan di gubuk.
Moon : Kenapa?

Vill : Gila apa aku membawa-bawanya di tengah desa? Aku harus belajar menggunakannya dulu sebelum pamer.
Moon : Mmm, iya. Sebaiknya hati-hati. Orang-orang jahat itu masih berkeliaran. Mereka pasti curiga jika melihatmu membawa pedang.

Vill : Makanya, kupikir lebih baik aku keluar dulu dari desa ini dan belajar di tempat lain.
Moon : Mereka tetap bisa mengejarmu sampai ke desa sebelah.

Vill : Tidak kalau aku pergi lebih jauh lagi.
Moon : …

Vill : Apa?
Moon : Kau … mau pergi jauh?

Vill : Mmm … itu rencanaku nanti. Makanya, satu gerobak botolku yang lain kemarin kubelikan sepatu.
Moon : Sepatu? … Mana? Tetap sandal jelekmu yang kulihat.

Vill : Kusimpan juga di gubuk!
Moon : Kenapa tidak dipakai?

Vill : Aku tidak mau kotor sebelum pergi.
Moon : Nanti juga pasti kotor.

Vill : Nanti rusak sebelum dipakai.
Moon : Nanti juga pasti rusak!

Vill : Kau tidak mengerti. Aku tidak mau itu rusak sebelum dipakai terbang.
Moon : Terbang?

Vill : Iya. Itu sepatu terbang. Bisa membawaku pergi kemana saja yang kusuka dalam waktu singkat.
Moon : …

Vill : Apa?
Moon : Selama ini aku hanya mengenalmu sebagai seorang idiot dan sombong keras kepala, tak kusangka kau juga seorang pembohong.

Vill : Aku tidak berbohong!
Moon : Mana ada sepatu terbang!

Vill : Ada! Kau lihat saja besok. Dua pasang!
Moon : Dua?

Vill : Iya. Satu untukku dan satu untukmu.
Moon : …

Vill : Kenapa? Kau tidak suka?
Moon : Aku … suka, tapi …

Vill : …
Moon : …

Vill : Moon.
Moon : Ya?

Vill : Aku akan membawamu pergi besok.
Moon : …

Vill : Aku akan membawamu keluar dari desa ini.
Moon : Kau serius?

Vill : Aku serius.
Moon : Kenapa?

Vill : Karena kau tidak pantas berada terus di desa kecil seperti ini.
Moon : Kenapa?

Vill : Karena kau harus menggapai mimpimu di dunia yang lebih besar!
Moon : Kenapa?

Vill : …
Moon : Kenapa, Vill?

Vill : Karena … aku bersungguh-sungguh saat memanggilmu ‘Sayang’.
Moon : …

Vill : Jadi, kau mau ikut denganku, kan?
Moon : Tapi, bagaimana dengan ayam dan kambingku?

Vill : Hah? Kau menolak ajakanku demi ayam dan kambing?!
Moon : Aku tidak menolak!

Vill : …
Moon : …

Vill : Maaf.
Moon : Aku hanya ingin tahu, siapa nanti yang mengurus mereka?

Vill : Tentu saja ayahmu.
Moon : Lalu siapa yang mengurus ayahku?

Vill : Tentu saja dia sendiri juga. Ayahmu itu lelaki dewasa!
Moon : Siapa nanti yang akan membelikan dia arak?

Vill : Demi Tuhan! Lupakan arak-arak terkutuk itu!
Moon : Aku tahu!

Vill : …
Moon : Aku hanya kasihan padanya.

Vill : Waktu untuk mengasihani sudah lewat. Silakan saja jika dia hendak menghancurkan dirinya sendiri, tapi jangan membawa-bawa dirimu!
Moon : …

Vill : Jika kau masih takut, biar aku yang bicara padanya. Dia tak akan berani mengusirku lagi sekarang. Aku punya uang!
Moon : Tidak usah begitu.

Vill : Biar kusodorkan uang terakhirku di depan hidungnya, dan dia tak akan berkoar-koar lagi.
Moon : Kau mau memberinya uang?

Vill : Yeah. Supaya dia rela melepaskanmu.
Moon : Jadi kau membeli aku?

Vill : Eh?
Moon : Kau membeli aku dari ayahku?

Vill : Mmm … bukannya tadi istilahnya ‘ditukar’, bukan ‘jual beli’?
Moon : Kau pikir aku ini barang seperti botol-botolmu itu?!

Vill : Hei hei hei.
Moon : …

Vill : …
Moon : …

Vill : …
Moon : Vill.

Vill : Ya, Moon?
Moon : Aku akan bicara pada ayahku. Malam ini.

Vill : Ya.
Moon : Dan apapun yang akan dikatakannya nanti, aku akan tetap pergi besok, bersamamu.

Vill : Iya.
Moon : …

Vill : Terima kasih.
Moon : Terima kasih juga, karena telah bersungguh-sungguh memanggilku ‘Sayang’.

Vill : Jadi kau pikir selama ini aku bercanda?
Moon : Aku takut bertanya.

Vill : Hahaha.
Moon : Dan … aku boleh tetap memanggilmu ‘Idiot’?

Vill : Hahaha. Silakan saja.
Moon : Karena kau memang ‘idiot’. ‘Idiot’ kesayanganku.

Vill : Gombal.
Moon : Aaahhh!!!

Vill : Tapi gombalmu menyenangkan.
Moon : …

Vill : Hehe.
Moon : Huh. Terima kasih banyak!

Vill : Boleh aku titip pesan untuk ayahmu?
Moon : Boleh.

Vill : Kalau araknya sudah habis, aku minta botolnya. Hehehe.
Moon : Dasar! Buat apa lagi?

Vill : Aku melihat cincin perak kemarin. Pasti bagus di jarimu.
Moon : Ah.

--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun