DDL suatu wilayah adalah kemampuan maksimum wilayah tersebut untuk mendukung kehidupan jumlah manusia tertentu secara sehat dan sejahtera. Â DDL suatu wilayah ditentukan oleh: (1) luas wilayah tersebut, (2) kandungan SDA dan jasa-jasa lingkungan, (3) biodiversity, dan (4) kapasitas asimilasinya di dalam menetralisir limbah dan emisi. Dengan aplikasi teknologi, DDL suatu wilayah memang bisa ditingkatkan, tetapi ada batasnya. Â DDL alamiah planet bumi diperkirakan mampu mendukung 9 milyar orang dengan kehidupan yang sejahtera, pendapatan rata-rata 12.500 dolar AS per tahun. Â Melalui intervensi teknologi seperti restorasi ekosistem alam, 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle), low-carbon economy, bioteknologi, nanoteknologi, dan teknologi industry 4.0, DDL bumi dapat ditingkatkan menjadi sekitar 12 milyar orang (Goldin, 2014). Sementara itu, permintaan manusia terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan di suatu wilayah bergantung pada: (1) jumlah orang; (2) penggunaan lahan per kapita untuk pemukiman, kawasan industri, infrastruktur, dan ruang kehidupan lainnya; (3) konsumi SDA per kapita; dan (4) laju produksi limbah dan emisi GRK per kapita.
Beranjak dari difinisi DDL dan fungsi permintaan manusia terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan diatas, maka pembangunan berkelanjutan secara teknis dapat terwujud dengan cara: (1) Â memelihara dan meningkatkan DDL bumi, dan (2) mengendalikan permintaan manusia terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan agar tidak melampaui DDL bumi. Â Fakta bahwa pendekatan teknologi, hukum, dan politik semata tidak mampu mengerem laju kerusakan lingkungan sebagaimana diuraikan diatas, menunjukkan bahwa perlunya pendekatan spiritual (agama) di dalam mengatasi permasalahan lingkungan dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, peraturan dan perundangan tentang lingkungan hidup acap kali justru dilanggar oleh orang atau bangsa yang kaya dan berkuasa (adi daya) yang punya hak veto di PBB. Bagi mereka, hukum bisa dibeli atau diatur sesuai kepentingannya. Bagi orang miskin dan lemah, memanfaatkan SDA secara tidak ramah lingkungan itu pada umumnya karena terpaksa, tidak ada alternatif lain.
Dalam Islam, merawat alam dan lingkungan hidup untuk mewujudkan kesejahteraan bersama itu merupakan kewajiban bagi orang-orang beriman (QS. 2: 21 dan 22).  Selain itu, gegitu banyak ayat Al-Qur’an (seperti QS. 2: 27, QS. 30: 41, dan QS. 55: 8) dan Hadits yang berisi larangan untuk mencemari dan merusak lingkungan hidup.  Islam pun mewajibkan umatnya untuk hidup sederhana, tidak boros, berhenti makan sebelum kenyang, tidak boleh membuang-buang air meski saat berwudlu, dan tidak memubazirkan SDA.  Menumpuk harta, mencari dan membelanjakan harta secara haram pun dilarang oleh Allah SWT.  Sebaliknya, umat Islam diwajibkan untuk berbagi harta, ilmu, dan rezeki lainnya kepada sesama insan yang membutuhkan pertolongan, kaum fakir, miskin, dan musafir.  Islam juga mewajibkan umatnya untuk berlaku jujur, adil, dan menyayangi sesama, rahmatan lil a’lamin.  Dengan perkataan lain, Islam mewajibkan muslim untuk memelihara dan meningkatkan DDL bumi, dan membatasi permintaan terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan. Bagi Umat Islam, merawat bumi dan melestarikan lingkungan hidup juga merupakan salah satu wujud ibadah kepada Allah Azza wa Jalla, Tuhan Yang Menciptakan manusia dan alam semesta.
Karena dalam Islam implikasi (balasan) bagi seseorang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya itu bukan hanya berlaku di dunia, tetapi juga di akhirat.  Dimana, balasan bagi mereka yang menjalankan perintah Allah adalah surga berupa kenikmatan dan kebahagiaan sepanjang masa. Sebaliknya, bagi mereka yang tidak menunaikan perintah Allah atau melanggar larangan-Nya akan menjadi penghuni neraka berupa azab dan penderitaan abadi.  Dan, ‘siksa neraka yang paling ringan adalah berupa seseorang dipasang kakinya dengan terompah, lalu mendidihlah ubun-ubunnya’ (Hadits).  Maka, buat muslim dan muslimat yang beriman pasti akan menjaga kelestarian alam dan lingkungan hidup dengan sepenuh hati dan ikhlas.
Jadi, kombinasi secara sinergis pendekatan teknokratis dan spiritual diyakini akan mampu mengatasi segenap permasalahan lingkungan hidup, dan menjadikan bumi lebih baik, sejahtera, damai, dan berkelanjutan.
Artikel ini telah terbit di koran kompas hari Rabu, 30 Juni 2021.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H