Dunia Kapitalistik dimana kekayaan hanya dikuasai oleh segelintir orang, juga telah membuat semakin terkonsentrasinya kekuatan politik pada sekelompok elit yang menggunakan kekuasaannya hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Â Ketika ketimpangan ekonomi dan kosentrasi kekuasaan politik semakin tajam, maka rasa saling percaya di tengah kehidupan masyarakat memudar. Sebaliknya, fragmentasi sosial dan kebencian akan memuncak yang berujung pada konflik bersenjata alias perang. Â Dalam dekade terakhir, krisis geopolitik pun semakin meruncing di berbagai belahan dunia, khususnya di kawasan Timur Tengah, Amerika Latin, Semenanjung Korea, dan Laut Cina Selatan. Â
Cacat Bawaan Kapitalisme
Singkatnya, Kapitalisme secara kasat mata telah gagal menghantarkan umat manusia kepada tujuan kemanusiaan yang hakiki, yakni kehidupan dunia yang berkemajuan, sejahtera, adil, damai, ramah lingkungan dan berkelanjutan.  Kegagalan itu disebabkan  karena kapitalisme sejatinya memiliki kelemahan secara paradigmatik maupun pada cara kerjanya. Dalam kapitalisme, secara ontologis manusia diasumsikan memiliki karakter egoistis (selfish), sehingga moralitasnya adalah kebebasan hidup (liberalisme).  Selain itu, kapitalisme juga menganggap bahwa kehidupan manusia itu hanya di dunia ini saja, tidak percaya adanya akhirat. Maka, wajar bila moralitas para kapitalis sangat konsumtif, hedonis, dan bernafsu untuk mengeksploitasi orang lain (homo homini lupus). Â
Pada tataran praksis, orientasi kerja kapitalisme adalah bagaimana meraup keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat mungkin, tanpa mengindahkan kepentingan bersama (orang lain), dan tak peduli halal atau haram. Â Di bidang ekonomi, penetapan harga, produksi, konsumsi, dan distribusi barang dan jasa (goods and services) semuanya diserahkan kepada mekanisme pasar dengan 'invisible hand' nya. Â Tidak boleh ada campur tangan pemerintah (negara).
Hasil survei yang selama dua dekade terakhir dilakukan oleh the Edelman Trust Barometer (2020) di 28 negara maju dan berkembang dengan 34.000 responden menunjukkan bahwa mayoritas (60 persen) penduduk dunia menganggap bahwa Kapitalisme lebih banyak mudharat ketimbang maslahat nya.
Pancasila sebagai alternatif
Untuk mencegah dunia dari kehancuran, maka masyarakat dunia harus memperbaiki Sistem Kapitlisme secara fundamental atau mencari alternatif paradigma pembangunan yang mampu mengatasi sejumlah permasalahan kemanusiaan diatas. Karena, paradigma pembangunan utama lainnya, Komunisme telah mati sejak 1989 bersamaan dengan runtuhnya Emporium Uni Soviet, maka Pancasila dapat menjadi paradigm alternatif menuju dunia yang lebih baik, sejahtera, berkeadilan, damai, dan berkelanjutan. Â
Dalam perspektif Pancasila, manusia dan alam semesta adalah makhluk ciptaan Tuhan YME. Â Selain homo sapiens dan homo economicus (makhluk ekonomi), manusia juga homo religiosa (makhluk beragama). Â Manusia tidak hanya tersusun oleh jasad-fisik (jasmani), tetapi juga oleh ruh (rohani). Â Maka, kepuasan dan kebahagiaan insan Pancasilais tidak hanya berupa terpenuhinya kebutuhan jasmani, harta, jabatan, popularitas, dan atribut-atribut duniawi lainnya, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan spiritual.
Seorang Pancasilais juga mengimani bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya hanya sementara. Â Setelah kematian, manusia akan meninggalkan dunia yang fana menuju kehidupan akhirat yang sebenarnya dan abadi. Â Semua harta-benda, jabatan, istri dan anak keturunan yang dicintainya tidak menyertainya ke alam kubur dan akhirat.Â
 Hanya selembar kain kafan dan amal perbuatannya yang setia menemaninya ke alam akhirat untuk menghadap Tuhan yang menciptakannya.  Bergantung pada iman dan amal-salehnya, manusia akan menggapai kebahagiaan (surga) atau siksaan (neraka) di akhirat kelak.
Dengan world view diatas, maka seorang Pancasilais dalam menjalankan kehidupan, baik sebagai individu maupun kelompok masyarakat (bangsa) pasti akan dilandasi dengan keimanan dan niat ikhlas karena Tuhan YME.  Berperilaku adil dan beradab baik untuk bangsanya sendiri maupun masyarakat dunia.  Mengutamakan persaudaraan, toleransi , dan persatuan, ketimbang perpecahan, apalagi perang. Mengedepankan azas musyawarah -- mufakat yang dilandasi oleh hikmah dan kebijaksanaan di dalam  proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan  voting dan pemilihan langsung.  Dan, dia pasti akan berbagi kelebihan (harta, IPTEK, dan kekuasaan) kepada sesama yang membutuhkan secara berkeadilan. Â
Bila Indonesia mampu menjadi negara-bangsa maju, adil-makmur, dan berdaulat  serta berperan aktif dan signifikan dalam menjaga perdamaian dunia sesuai nilai-nilai Pancasila, maka ia akan menjadi a role model, dan Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi dunia adalah sebuah keniscayaan.
Sudah terbit di Koran SINDO 12 Maret 2020