Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Ekonomi Maritim

8 Januari 2019   09:15 Diperbarui: 8 Januari 2019   13:55 6728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh sebab itu, perlu peningkatan skala dan modernisasi UPI MKM ini.  Untuk memproses lonjakan bahan baku dari kebijakan -- 2 dan 3 diatas, perlu dibangun sejumlah UPI baru, terutama di luar Jawa sesuai volume bahan baku dan kondisi lokal.  

Kelima, pengembangan industri bioteknologi kelautan dengan fokus pada industri makanan dan minuman sehat, farmasi, kosmetik, dan biofuel.

Keenam, penguatan dan pengembangan pariwisata bahari agar mampu mendatangkan 10 juta orang wisatawan mancanegara dan mendulang devisa sedikitnya 10 milyar dolar AS/tahun mulai tahun 2020.  Target ini sangat mungkin tercapai dengan meningkatkan kualitas dan daya tarik destinasi wisata bahari yang ada sekarang, pengembangan destinasi baru berkelas dunia, peningkatan aksesibilitas dan amentities, peningkatan promosi dan pemasaran, dan pengembangan kualitas SDM pengelola pariwisata bahari maupun masyarakat lokal supaya kondusif bagi para wisatawan.   

Ketujuh, revitalisasi semua usaha produksi dan pengolahan sektor ESDM yang sekarang terdapat di wilayah pesisir dan lautan supaya lebih efisien, berdaya saing, inklusif, dan ramah lingkungan. Peningkatan kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, dan pemasaran sumber-sumber baru ESDM di wilayah pesisir dan lautan secara ramah lingkungan dan sosial.

Kedelapan,  industri dan jasa maritim yang ada sekarang (industri galangan kapal, dockyads, pabrik jaring dan alat tangkap lainnya, industri Karamba Jaring Apung berbahan polietelin, industri kabel laut, dan lainnya) harus ditingkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan sustainability nya. Sampai sekarang negara produsen kapal terbesar di dunia adalah Korea Selatan, yang wilayah lautnya hanya sekitar 15% dari wilayah laut Indonesia. 

Kembangkan jenis-jenis industri dan jasa maritim lainnya, seperti kincir air tambak udang, mesin dan suku cadang kapal, aplikasi manajemen pelabuhan, aplikasi peringatan dini tsunami, fiber optic bawah laut, dan coastal and ocean engineering yang hingga kini masih kita impor.

Kesembilan, sampai sekarang sekitar 90% dari barang yang diekspor dan diimpor oleh Indonesia diangkut oleh perusahaan-perusahaan kapal asing, dan 50% total kapal angkut antar pulau (dalam negeri) juga masih oleh perusahaan-perusahaan asing. Wajar, bila jasa transportasi laut merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap defisit neraca perdagangan RI.  Meskipun, kita berhasil menurunkan biaya logistik dari 26% PDB pada 2014 menjadi 21% PDB tahun lalu, tetapi masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Tahiland yang kurang dari 15% PDB.  

Oleh sebab itu, kita harus meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing perusahaan-perusahaan transportasi laut nasional, dan pelabuhan-pelabuhan kita.  Sehingga, pada 2024 ekspor-impor sedikitnya 50 persen sudah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan nasional, dan seluruh angkutan laut antar pulau sudah dikerjakan oleh perusahaan-perusahaan domestik. 

Dalam jangka panjang (2024 -- 2045), kita harus mampu mengembangkan minimal 75 persen dari ruang lingkup (domain) sebelas sektor ekonomi maritim RI.  Seperti industri bioteknologi dan nanoteknologi kelautan, industri air laut dalam, pertambangan mineral laut dalam (deep sea mining), deep sea fisheries, dan energi dari gelombang, arus laut, dan OTEC. Melalui aplikasi teknologi generasi Industri 4.0, diyakini kita akan mampu untuk mendayagunakan seluruh potensi ekonomi maritim. 

Segenap kebijakan pembangunan maritim itu akan berhasil, bila didukung oleh SDM berkualitas, kapasitas IPTEK dan inovasi berbasis riset, anggaran yang cukup, skim kredit perbankan yang relatif murah dan lunak, dan kebijakan politik-ekonomi yang kondusif. 

Dengan mengimplementasikan peta jalan pembangunan ekonomi maritim diatas, niscaya Indonesia akan naik kelas, dari negara berpendapatan-menengah bawah menjadi negara berpendapatan- menengah atas dengan rata-rata GNI sebesar 8.000 dolar AS pada 2024.  Dan, pada 2045 menjadi negara maritim yang maju, adil-makmur, kuat, dan berdaulat dengan rata-rata GNI 15.000 dolar AS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun