Dalam serangan ini, penulis melihat banyak elit yang muncul. Elit politik tentu saja mendominasi. Tetapi, ada banyak pula elit yang muncul dari industri hiburan. Maklum saja, mayoritas besar dari artis-artis Hollywood memang orang-orang liberal yang mendukung penuh partai Demokrat yang progresif.
Lantas, 30% sisanya digunakan untuk membahas pendirian partai untuk empat tahun ke depan. Dari pembahasan ini, terlihat bahwa DNC menganggap masalah terletak pada kesenjangan sistemik (systemic inequality) di Amerika itu sendiri. Dampaknya, mereka menawarkan kebijakan-kebijakan progresif untuk mengurangi kesenjangan tersebut.
Melihat kecenderungan ini, RNC langsung memanfaatkannya sebagai serangan balik. Mereka menganggap bahwa pendirian Partai Demokrat berlandaskan pada Blame America First. Slogan yang disuarakan oleh Jeane Kirkpatrick pada RNC 1984 ini kembali digaungkan sebagai poin serangan. Bagi RNC, America First adalah landasan yang seharusnya diambil.
Dari landasan ini, muncul sebuah worldview yang lebih optimis dan sederhana. Bagi mereka, Amerika masih menjadi shining city on a hill yang bisa kembali pulih seperti sediakala. Menghadapi kenyataan rioting, RNC merespon dengan penguatan penegakkkan hukum. Law, order, and stability menjadi tema utama yang ditekankan pada RNC kali ini.
Terlebih lagi, penulis melihat penekanan battle of ideas and culture yang lebih kuat di RNC. Penekanan tersebut membuat RNC terkesan lebih kombatif. The Democrats digambarkan sebagai partai yang sudah dibajak oleh progresif kiri. Para pembajak ini dianggap membawa nilai-nilai yang anti Amerika. Lantas, mereka memposisikan diri sebagai bastion.
Melindungi aparat penegak hukum dari #DefundThePolice. Mengayomi mayoritas bisu yang muak dengan militansi #BlackLivesMatter. Mempertahankan ekonomi Amerika agar tidak disalip oleh Tiongkok. Bahkan monumen pun juga ikut dipayungi secara politik dari #cancelculture.
Jadi, konvensi kedua partai adalah kepingan refleksi berbeda dari realita yang sama. Akan tetapi, dia belum pernah terpisah sejauh ini. Realita persis, namun pesan yang dibawa beda habis. Terlebih lagi, hampir tak ada jembatan yang bisa menyebrangi perbedaan ini. Kecuali satu; rasa kemanusiaan yang melintasi perbedaan politik.
America, you're better than this. Mari kembalikan diskursus politik seperti sediakala. Kembalilah menjadi sebuah medan peperangan ide yang beradab. Bukan medan ekspresi kebencian yang dipenuhi dengan racun cancel culture.
Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H