Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Urgensi Budaya Menabung: Refleksi dari Sejarah Kita

30 Juli 2020   10:58 Diperbarui: 30 Juli 2020   11:11 750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sayang, program ini gagal. Mengapa? Sosialisasinya di masyarakat tidak gencar. Dengan kata lain, Tabungan Berhadiah gagal karena dia tidak sampai ke masyarakat. Kampanyenya kurang gereget untuk mendorong hasrat menabung rakyat (Aryono dalam historia.id, 2019).

Selanjutnya, program tabungan ini digantikan oleh Tabungan Pembangunan Nasional (Tabanas) dan Tabungan Asuransi Berjangka (Taska). Belajar dari kegagalan sebelumnya, kampanye keduanya jauh lebih gencar. Bahkan, sampai ada mars Tabanas-Taska ciptaan Adil Tampubolon yang disiarkan RRI. Selain mars, ada pula buku, sayembara, dan acara bincang-bincang yang dibuat untuk ini.

Selain kampanye, insentif yang diberikan juga diperluas. Pada program Tabanas, undian hadiah tetap dipertahankan. Akan tetapi, produk ini bisa dipakai sebagai agunan pinjaman. Bunganya juga dibebaskan dari pajak dan bebas dari pengusutan otoritas. Terakhir, tidak ada biaya administrasi.

Kedua program ini terbukti berhasil membangun budaya menabung. Sampai tahun 1988, sudah ada Rp 1.837,88 miliar yang dihimpun. Lantas, deregulasi perbankan PAKTO 88 menyerahkan pengelolaan Tabanas dan Taska kepada bank-bank umum. Penyerahan ini membuat Tabanas dan Taska menjadi produk yang berada di bawah payung bank-bank umum.

Sepuluh tahun kemudian, krisis moneter 1998 melanda. Jatuhnya berbagai bank umum menuntut dilakukannya restrukturisasi dan efisiensi. Tabanas dan Taska menjadi produk yang ditebas oleh pisau ini. Matinya kedua produk ini membawa stagnansi terhadap budaya menabung.

Pada tahun 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan Gerakan Indonesia Menabung (GIM). Salah satu wujud dari GIM ini adalah program TabunganKu. Buah dari kerjasama Bank Indonesia dengan bank-bank umum, produk ini adalah rekening tabungan dengan syarat yang mudah dan bebas biaya administrasi. Sayang, program ini gagal memantik kembali budaya menabung (Aryono dalam historia.id, 2019).

Perjalanan sejarah di atas menunjukkan jatuh bangun budaya menabung di Indonesia. Dari perjalanan ini, dapat diambil pembelajaran bahwa budaya menabung menjadi landasan dari capital formation yang kuat. Sehingga, pemerintah harus berperan aktif dalam mendorong budaya menabung. Peran aktif ini diwujudkan dengan kebijakan publik yang inovatif. Apa saja kebijakan tersebut?

Pertama, hapuskan pajak atas dividen, bunga, dan royalti. Sampai saat ini, hanya keuntungan dari reksadana yang tidak dipotong PPh. Artinya, pemerintah hanya memberikan insentif kepada satu produk yang menghimpun dana dari budaya menabung. Maka dari itu, insentif ini harus diperluas kepada produk-produk lain seperti tabungan, deposito, obligasi, P2P lending, dan lain-lain.

Penghapusan pajak ini akan menaikkan net return dari kegiatan menabung. Net return adalah laba bersih yang diterima masyarakat. Semakin tinggi laba, pelaku ekonomi memiliki insentif yang lebih besar untuk menabung. Dampaknya, intensitas kegiatan menabung meningkat.

Kedua, kembalikan kampanye menabung di masyarakat. Gerakan Yuk Nabung Saham! adalah awal yang bagus. Semestinya, program ini diperluas ke instrumen lainnya. Sehingga, muncul gerakan seperti Yuk Nabung Reksadana! atau Yuk Nabung EBA! Dengan ini, literasi investasi sekaligus budaya menabung bisa dibangun kembali di masyarakat.

Kedua upaya ini harus mencapai satu tujuan; mengubah paradigma menabung manusia Indonesia. Sehingga, mayoritas manusia Indonesia bisa mengerti bahwa menabung tidak saja dilakukan di bank. Dia bisa dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja tanpa memandang status.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun