Kesimpulannya, cancel culture adalah budaya yang buruk. Budaya ini mematikan bagi ruang publik. Mematikan rezeki pihak yang di-cancel, objektivitas diskurus publik, juga kemampuan kita memandang pihak lain secara utuh. Pola ini hanya cocok di dunia ala sinetron yang tidak eksis di panggung sandiwara peradaban kita.
Sebelum melakukan cancelation terhadap pihak manapun, coba pikir-pikir lagi. Setel dan renungkan bagian reff lagu Kalian Dengarkan Keluhanku dari Ebiet G. Ade:
"kemanakah sirnanya nurani embun pagi
yang biasanya ramah kini membakar hati
apakah bila terlanjur salah
akan tetap dianggap salah
tak ada waktu lagi benahi diri
tak ada tempat lagi untuk kembali"
REFERENSI
https://www.dictionary.com/ Diakses pada 20 Juli 2020 (19.30).
https://www.remotivi.or.id/. Diakses pada 20 Juli 2020 (20.51).
https://mojok.co/. Diakses pada 20 Juli 2020 (20.52).
https://www.theatlantic.com/. Diakses pada 20 Juli 2020 (10.20).
https://www.bbc.com/. Diakses pada 21 Juli 2020 (09.02).
https://www.aljazeera.com/ Diakses pada 21 Juli 2020 (10.22).
https://liriklaguindonesia.net/. Diakses pada 21 Juli 2020 (11.34).
Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.