Ketika penularan COVID-19 menjamur, seluruh dunia bereaksi dengan pembatasan kontak sosial, dalam satu dan lain cara. Pembatasan ini membuat kegiatan ekonomi yang memerlukan kontak langsung menjadi jauh berkurang. Dampaknya, terjadi supply shock dan demand shock negatif secara simultan. Dengan kata lain, agreggate supply and demand menurun bersamaan.
Agreggate Supply (AS) menurun karena pembatasan kontak sosial menghentikan kegiatan produksi. Selanjutnya, AD juga menurun karena konsumen harus stay at home. Terlebih lagi, banyak konsumen mengalami penurunan pendapatan karena dirumahkan/di-PHK.
Dampaknya, terjadi dua pergeseran jangka pendek sebagai berikut:
Maka dari itu, solusi untuk menghadapi zaman resesi COVID ini berbeda dengan resesi biasa. Solusi tersebut tidak hanya harus mendorong AD lewat countercyclical policy. Dia juga harus mampu menggairahkan sisi penawaran agar AS bergeser ke kanan. Bagaimana caranya?
Pertama, tingkatkan kemudahan berbisnis di Indonesia. Potong regulasi dan prosedur yang menghalangi penciptaan bisnis (domestik maupun multinasional) di Indonesia. Menurut hemat penulis, meloloskan RUU Cipta Kerja menjadi langkah awal yang bagus. Namun, dia perlu dilanjutkan dengan bonfire of regulations and taxes yang lebih radikal lagi untuk mendorong AS.
Kedua, potong juga tarif PPh 21 atau pajak penghasilan pribadi. Pemotongan tarif pajak langsung ini dapat mendorong AD dan AS sekaligus. Permintaan agreggat didorong lewat peningkatan konsumsi karena pendapatan disposabel rumah tangga meningkat. Selanjutnya, peningkatan ini membuat insentif untuk bekerja meningkat. Dampaknya, AS menggeliat.
Ketiga, hapus PPh 23 atau pajak atas bunga, dividen, royalti, dan lain sebagainya. Selama ini, pajak atas bunga dan dividen adalah salah satu penyebab rendahnya tingkat tabungan dan kepemilikan modal di Indonesia. Menghapus pajak ini dapat mendorong tingkat tabungan dan ketersediaan modal. Akibatnya, AS bisa bergeser ke kanan.
Keempat, terapkan pajak karbon (carbon tax) untuk menutup penerimaan pajak yang hilang. Melalui pajak ini, fokus basis perpajakan akan berpindah menuju arah yang benar. Dari yang sebelumnya taxing incomes and jobs menjadi taxing bad behaviour bernama kegiatan emisi karbon. When you tax something, its quantity would fall. Dampaknya, geliat pemulihan kegiatan ekonomi akan lebih green dibandingkan sebelumnya.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa zaman resesi sudah berubah. Kini, zaman resesi dunia berganti dengan zaman resesi COVID. Karakter resesi yang berubah membutuhkan solusi yang lebih komprehensif. Solusi itu membongkar dua sisi perekonomian secara makro agar terjadi pemulihan ekonomi nasional yang cepat dan berkelanjutan.
Masalah tidak akan selesai dalam semalam. Maka dari itu, kita harus mulai dari sekarang untuk menyelesaikannya.