Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Son of a Preacher Man: Simbol Pemberontakan yang Relevan

19 Juli 2020   18:34 Diperbarui: 19 Juli 2020   18:31 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlebih lagi, proses produksi lagu ini juga mempunyai sebuah kisah unik. Awalnya, lagu ini diciptakan untuk Aretha Franklin. Mengapa? Sebab Aretha adalah anak seorang pendeta. Akan tetapi, Beliau menolaknya karena menganggap lagu ini tidak patut (disrespectful). Iya, tidak patut terhadap norma-norma sosial sebelum Swinging Sixties.

Kemudian, pikiran Aretha Franklin berubah ketika Swinging Sixties berakhir. Pada tahun 1970, Beliau akhirnya meng-cover lagu ini. Menurut hemat penulis, ada alasan lain di balik popularitas lagu ini yang melejit. Ternyata, norma-norma sosial yang berlaku sudah terdisrupsi di tahun 1970.

Berkat the Swinging Sixties, norma sosial sebagai pagar-pagar dalam masyarakat diperluas. Meluasnya lingkup norma ini membuat penikmat musik lebih leluasa dalam jenis lagu yang mereka dengar. Sehingga, selera musik di masyarakat, khususnya di antara generasi Boomers bergeser. Mereka menjadi getol dengan lagu-lagu seperti ini.

Mengapa? Sebab lagu ini merepresentasikan pemberontakan mereka. Melawan norma-norma sosial lama. Membongkar kemunafikan yang terjadi. Terlebih lagi, ambisi mereka untuk mengubah dunia sesuai dengan gambaran idealis generasi ini. Inklusif, terbuka, dan tidak restriktif.

Kini, para Millennials dan Zillennials kembali berupaya mendisrupsi batasan sosial yang ada. Tujuan mereka mirip dengan apa yang dilakukan para Boomers di masa lalu. Hanya saja cara dan mediumnya sudah jauh lebih canggih. But the main theme of inclusivity and openness stayed.

Maka dari itu, lagu ini tetap relevan dengan tema saat ini. Ditambah dengan unsur ngak ngik ngok yang kuat membuatnya semakin cocok untuk dijadikan simbol pemberontakan terhadap kemapanan lama. Tidak semua orang setuju dengan pesan ini. Namun semangatnya patut diacungi jempol

Lagu We Shall Overcome memang pemersatu aksi yang legendaris. Namun Son of a Preacher Man adalah lagu rebel yang didengar untuk menyemangati setiap partisipannya.

REFERENSI

https://www.youtube.com/watch?v=DjydOI4MEIw. Diakses pada 17 Juli 2020 (19.44).

https://www.era.id/read/ezU13p-kisah-negeri-yang-alergi-ngak-ngik-ngok. Diakses pada 17 Juli 2020 (15.27).

https://www.songfacts.com/facts/dusty-springfield/son-of-a-preacher-man#:~:text=This%20song%20is%20about%20a,John%20Hurley%20and%20Ronnie%20Wilkins. Diakses pada 17 Juli 2020 (18.14).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun