Diriku tak pernah lepas dari penderitaan. Impian ini terjadi...
Begitu kata sang maestro, Aloysius Riyanto pada lagunya "Mimpi Sedih". Namun, kini kita menghadapi sebuah penderitaan yang kompleks. Tidak hanya menyedihkan tetapi juga menakutkan.Â
Bayangkan saja, kita ditimpa pandemi COVID-19 dan krisis ekonomi di awal era Post-Truth. Lebih rinci lagi, kita mengalami krisis multidimensional saat fakta itu sendiri diributkan kebenarannya. Pusing, bukan?
Kemelut inilah yang membuat banyak orang mencari hinterland. Dalam konteks ini, hinterland adalah sebuah minat/bidang/tempat di mana seseorang bisa refreshing dan melupakan sejenak beban hidupnya. Dan setiap orang memiliki hinterland yang berbeda-beda, sesuai dengan preferensinya masing-masing.
Penulis sendiri menjadikan lagu dan bernyanyi sebagai escape valve. Setiap lirik dan nada sebuah lagu menerjemahkan perasaan yang terpendam dalam diri.Â
Terlebih lagi, bernyanyi seiring dengan alunan lagu memiliki efek relaksasi bagi diri penulis. Sehingga, cara ini memberikan sebuah kesempatan untuk sejenak keluar dari beban hidup, tanpa harus keluar rumah.
Hinterland kita boleh berbeda, namun krisis ini menyatukan perasaan kita. Kini, COVID-19 menjadi musuh bersama dunia. Jutaan orang masih "terkurung" di rumah dan menghadapi tantangan yang mirip-mirip. Mulai dari menghadapi kebosanan sampai mengelola emosi. Dampaknya, kita sedang menanggung common burdenÂ
Lantas, lagu apa saja yang benar-benar mencerminkan perasaan bersama tersebut? Berikut adalah lima lagu terbaik yang penulis anggap reflektif dan relevan di masa-masa ini.
1. Rock Kemanusiaan-Katakan Kita Rasakan
Satukan kata dan rasa, bersama singkirkan derita. Biarkan langkah berarti, di sekejap hidup ini.