Kereta itu melewatiku
Penuh manusia berdiri kaku
Dengan wajah yang terpaku
Bibir beragam, semua membisu
Aku pun berdesak masuk
Dalam kumpulan lelah berpeluh
Dipaksa hatiku yang penuh
Akan rindu yang merasuk
Makin deras arus masuk
Aku pun terhimpit tertusuk
Ke ujung gerbong ku terdesak
Dihimpit banyak ibu dan bapak
Untung aku bukan Ali Topan
yang kesepian di keramaian
Justru aku jadi penasaran
Akan raga-raga kami yang berdekatan
Mungkin ada Bento
Mungkin ada Tini
Mungkin ada Sugali
Mungkin ada Tince Sukarti
Berdesak di antara kami
Kereta itu berjalan perlahan
Dengan cahaya menembus malam
Membawa gerbong yang kepenuhan
Akan jiwa yang kepuyengan
Bapak di sebelahku juga begitu
Berusaha sendiri dengan menyanyi
Senandung dari masa lalu
Judulnya Tak Ingin Sendiri
Aku masih seperti yang dulu
Menunggumu sampai akhir hidupku
Begitu juga dengan diriku
Bernyanyi sampai akhir perjalananku
Malam ini tak ingin aku sendiri
Kucari damai bersama bayanganmu
Sampai aku rela terus berdiri
Pulang ke rumah, damaikan diri
Tak terasa, kereta semakin kosong
Lewati Bekasi, semakin melompong
Nafas pun semakin plong
Meski perut mulai merongrong
Akhirnya, kereta pun berhenti
Di Cikarang yang kucintai
Meski perjalanan itu melelahkan
Namun ku rela berkorban
Demi dapatkan sebuah rasa
Rasa yang penuh kehangatan
Hangat pelukan yang masih kurasa
Dari keluargaku kasih, keluargaku sayang
SUMBER. Diakses pada 14 Februari 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H