Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Maduro: Liberalisasi untuk Legitimasi Politik

4 Februari 2020   18:50 Diperbarui: 4 Februari 2020   18:55 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.nationalreview.com/2019/01/venezuela-nicolas-maduro-dictatorship-must-end/

"This is savage capitalism that erases years of struggle." 

Namun, apakah revolusi ini benar-benar diakhiri? Yes, in economic terms. Tetapi, metode Chavez dalam mempertahankan kekuasaan politik tetap digunakan. Represi oposisi tetap dilakukan seperti sebelumnya. Retorika populis-sosialis juga tetap keluar dari mulut Maduro, bak mantra ajaib yang mampu menghipnotis massa. The Cult of Chavez juga bertahan dalam lingkaran kekuasaan. Beliau tetap dipuja bak dewa.

Sehingga, paduan liberalisasi ekonomi dan represi politik ini membuat Venezuela mirip Republik Rakyat Tiongkok. Bahkan, beberapa pengamat menjulukinya sebagai tropical China. Begitu pula dengan pemimpinnya. Kini, Maduro terlihat menjadi seperti Deng Xiaoping di era 1980an. Seorang reformator ekonomi yang menggilas musuh-musuh politiknya.

Sama dengan Deng Xiaoping, Maduro berusaha menggunakan new found prosperity sebagai legitimasi kekuasaan. Membuat rakyat Venezuela bebas dan kenyang agar mereka senang dengan pemerintahan Maduro. Diharapkan, kegembiraan ini diejawantahkan pula secara politik.

Lantas, premis yang berlaku dalam pemerintahan berubah. Pada masa Chavez, slogan yang berlaku adalah, "Give me political power and I'll make you more equal." Kini, slogan yang berlaku de facto menjadi, "Give me political power and I'll give you economic prosperity." 

Kontrak sosial inilah yang menjadi formula kesuksesan ekonomi RRT di tahun 1980an. Deng Xiaoping sebagai diktator berusaha mendorong kemakmuran rakyat Tiongkok lewat liberalisasi ekonomi dalam berbagai bidang. Lantas, liberalisasi ekonomi ini dilakukan di bawah struktur politik yang diktatorial. "Restructure under the old system, by direct control, so nobody can say no," rangkum Lee Kuan Yew dalam Commanding Heights.

Kesimpulannya, Maduro melakukan sebuah pola kebijakan yang sudah dilakukan para strongman sejak dulu. Melakukan liberalisasi ekonomi untuk meraup legitimasi politik. Dengan cara ini, Beliau membuang Revolusi Bolivarian ke tong sampah. Namun, rezim United Socialist Party yang berjalan sejak 1998 akan memeroleh nafas baru secara politik.

Semoga Venezuela bisa segera kembali menjadi demokrasi. Bukan sebuah negara yang dipimpin oleh otokrat sosialis.

SUMBER

nytimes.com. Diakses pada 3 Februari 2020.

Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun