Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menghitung Hari Menjelang Brexit

28 Januari 2020   18:41 Diperbarui: 28 Januari 2020   18:43 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://theinsiderstories.com/insight-measuring-brexit-impact-on-indonesian-economy/

Tindakan mereka menyatukan rakyat Inggris dalam rasa amarah dan gemas. Lebih jauh lagi, mereka marah dan gemas terhadap Parlemen yang tidak mampu mengeksekusi mandat rakyat dalam Referendum 2016. Deadline yang diberikan pemerintah terus saja tertunda. Mulai dari 29 Maret 2019 sampai 31 Oktober 2019. Penundaan ini terjadi karena Parlemen didominasi oleh orang-orang yang anti-Brexit. 

Singkatnya, kalau boleh menyadur sebuah punchline dari serial Yes, Prime Minister:

"To witness the clash between the people's will and the parliamentary won't."

Keengganan inilah yang membuat Withdrawal Agreement Bill PM Theresa May ditolak tiga kali. Selain itu, ia juga memunculkan Benn Act, sebuah legislasi yang menutup opsi No Deal untuk Brexit. 

Akhirnya, kombinasi penolakan dan larangan No Deal inilah yang memicu kejatuhannya sebagai PM Inggris. Kali ini, parliamentary won't memenangkan pertarungan. Hasilnya? Kebuntuan politik tetap bercokol di Westminster.

PM May keluar, PM Johnson masuk. Awalnya, PM Johnson juga dijerat oleh kebuntuan ini. Pada Desember 2019, Beliau pun tidak tahan dan melakukan apa yang dilakukan PM May pada tahun 2017; Mengadakan pemilihan umum. 

Bedanya, kampanye Theresa May berfokus pada Strong and Stable Leadership. Sementara, kampanye Boris Johnson berfokus untuk Get Brexit Done. Melalui pemilu tersebut, PM Johnson mengajak rakyat Inggris untuk mewujudkan the people's will dengan memilihnya kembali sebagai PM.

Ternyata, strategi ini sukses. Sejak 12 Desember 2019, PM Johnson memiliki mayoritas 78 kursi di Parlemen. Kebuntuan politik seketika berhenti. Withdrawal Agreement Act resmi menjadi hukum pada 23 Januari 2020. Brexit yang sebelumnya dianggap jebakan betmen, kini menjadi kebijakan historis yang nyata dalam waktu 3 hari lagi.

Jadi, mari kita menghitung hari. Tinggal sedikit lagi, Brexit akan terjadi. Semoga banyak kesempatan baru akan terbuka bagi hubungan Inggris-Indonesia dengan terjadinya hal ini.

SUMBER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun