We shall never surrender. Keep calm and carry on. Mentalitas inilah yang membawa kemenangan bagi Inggris di Perang Dunia Kedua. Ironisnya, mentalitas ini pula yang digunakan rakyat Surabaya untuk melawan Inggris pada 10 November 1945.
Dalam konteks Indonesia, rakyat Surabaya disatukan oleh semangat yang membara untuk melawan agresor. Inggris memberikan ultimatum dan serangan untuk membuat rakyat Surabaya takut.Â
Justru, illegitimacy dari otoritas tentara Inggris menimbulkan efek yang sebaliknya. Arek-arek justru semakin berani dan trengginas untuk melawan tentara Inggris. Hasilnya, Pertempuran Surabaya pun pecah dengan Peristiwa 10 November sebagai klimaksnya.
Di antara arek-arek Suroboyo, ada satu sosok yang dianggap sebagai "kompor". Meski hanya lulusan SD, Beliau memiliki kemampuan orasi yang luar biasa. Kalau kekuatan Churchill terletak pada kata-kata, maka kekuatan orator satu ini terletak pada semangat dan suaranya. Siapakah dia? Sutomo. Kita semua mengenal Beliau sebagai Bung Tomo.Â
Bung Tomo menjadi api yang memantik semangat rakyat untuk berjuang bersama-sama. Jika kita tinjau tema pidato Beliau yang terkenal itu, temanya tidak jauh-jauh dari apa yang disampaikan Churchill pada rakyat Inggris. Simak saja kutipan pidato ini (Seta dalam surabaya.tribunnews.com, 2019).
Selama banteng-banteng Indonesia masih mempoenjai darah merah jang dapat membikin setjarik kain poetih mendjadi merah & putih, maka selama itoe tidak akan kita maoe menjerah kepada siapapoen djuga!
Kita toendjoekkan bahwa kita adalah benar-benar orang jang ingin merdeka. Dan oentoek kita, saoedara-saoedara, lebih baik kita hantjur leboer daripada tidak merdeka. Sembojan kita tetap: MERDEKA atau MATI.
Dan kita jakin, saoedara-saoedara, pada akhirnja pastilah kemenangan akan djatuh ke tangan kita sebab Allah selaloe berada di pihak jang benar pertjajalah saoedara-saoedara, Toehan akan melindungi kita sekalian.
Kita tidak akan menyerah pada siapapun juga! Pesan ini sama persis dengan we shall never surrender dari Winston Churchill. Keduanya juga menunjukkan keberanian di tengah serangan musuh (defiance). Bedanya, jika rakyat Inggris keep calm and carry on, rakyat Surabaya bereaksi dengan menghajar si agresor lewat konflik terbuka. MERDEKA ATAU MATI menjadi semboyan yang berlaku.
Kesimpulannya, situasi perang dapat memunculkan orator inspiratif yang menyulut semangat dan keberanian rakyat. Winston Churchill dan Sutomo adalah contoh brilian dari orator-orator tersebut. Mereka menjadi bastion yang menjamin optimisme psikologis rakyat di bawah tekanan.
Iya, perang memang harus dihindari. Namun, seandainya perang kembali pecah, these kind of orators are needed more than ever.