Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ahok, Anies, dan Machiavelli

5 Januari 2020   06:58 Diperbarui: 6 Januari 2020   14:25 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"2019 ditutup dengan kenangan, 2020 dibuka dengan genangan." Inilah kalimat yang sedang viral di jagat media sosial kita.

Pernyataan ini menggambarkan derita masyarakat Jabodetabek yang ditimpa bencana banjir. Sudah ada 16 jiwa yang meninggal dan lebih dari 31.000 orang mengungsi karenanya (Haryanto dalam tirto.id, 2020). Dari jumlah ini, mayoritas korban banjir adalah warga DKI Jakarta.

Hal ini menjadi salah satu alasan sorotan nasional terhadap DKI Jakarta. Selain itu, provinsi ini juga menjadi urat nadi ekonomi nasional, etalase Indonesia, dan berbagai alasan normatif lainnya. 

Namun, ada satu alasan memalukan yang mendorong sorotan nasional ini. Apa alasan itu? Kerasnya kepala (dan hati) Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Played out before live television, online media, and our eyes.

Keras kepalanya Pak Anies terlihat jelas ketika memberikan keterangan pers bersama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Mayoritas pembaca pasti sudah menontonnya, bukan? 

Menteri Basuki memberikan sebuah pernyataan yang menjelaskan penyebab bencana ini; normalisasi yang mandek. 

Dari 33 km sungai Ciliwung yang akan dinormalisasi, hanya 16 km yang sudah dinormalisasi dan proses ini mandek tahun 2017 (Ismail dalam style.tribunnews.com, 2020). Dengan kata lain, tahun ketika tampuk kepemimpinan berganti dari Pak Ahok menuju Pak Anies.

Bukannya mengakui kesalahan, Pak Anies justru menyanggah menteri Basuki (Ismail dalam style.tribunnews.com, 2020).

"Mohon maaf pak menteri saya harus berpandangan karena tadi bapak menyampaikan. Jadi, selama air dibiarkan dari selatan masuk ke Jakarta dan tidak ada pengendalian dari selatan, maka apa pun yang kita lakukan di pesisir termasuk di Jakarta tidak akan bisa mengendalikan airnya."

Memang benar, pengendalian air di hulu penting dalam pencegahan banjir. Namun, seandainya normalisasi berjalan sesuai rencana, maka luas dan tinggi genangan di berbagai wilayah bisa dikurangi. Sehingga, dampak bencana banjir bagi DKI Jakarta bisa dikurangi. 

Tetapi Pak Anies enggan mengakui itu. Beliau justru menganggap bahwa mau di-normalisasi seperti apapun, DKI Jakarta akan tetap kebanjiran. Sungguh sebuah arogansi yang tiada tara. Tidak ada setitikpun rasa bersalah dari pernyataan Beliau. Instead he defended himself.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun