Belum lagi penggunaan "tercipta nelangsa" dari pada "muncul penderitaan" dalam Tak Bisa Ke Lain Hati. Ini jelas menunjukkan poetic effort yang diberikan memang tidak main-main.
Sehingga, susunan kata-kata puitis ini menciptakan banyak bait, interlude, dan refrain yang sungguh melegenda. Berikut adalah salah satu favorit penulis dari lagu Romansa:
"Tertiup aroma bunga
Mengantarkan nikmat gairah 'smara
Terlantun untaian mantra
Reff:
Duhai, bersemilah cinta kita
Tersiram prahara kasih, tersenyumlah
Dan setia, dari waktu ke waktu."
Lantas, dari mana inspirasi larik-larik tersebut berasal? Ternyata, Katon sebagai penulis lagu memang sangat gemar berpuisi. Setiap kali membuat lagu, sosok dan karya Chairil Anwar, W.S. Rendra, Kahlil Gibran, dan berbagai maestro bahasa indah lainnya terngiang di kepala Beliau.
Sehingga, setiap lirik yang ditulis dipengaruhi oleh gaya mereka. Pantas saja liriknya sebegitu berat.
Belum lagi, Katon menganggap puisi bukan hanya sekadar permainan kata. Puisi adalah sebuah filosofi (Putra dalam cnnindonesia.com, 2018). Maka, Katon sebagai pencipta lagu memang memiliki suatu tujuan jelas. Beliau ingin menciptakan sebuah ekspresi puitis kompleks yang dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang.
Itulah sebabnya mendengar lagu-lagu KLa menuntut kita untuk berpikir. Bukan berpikir mengenai masalah sosial-kemanusiaan seperti Iwan Fals dan Ebiet G. Ade. Melainkan kita dituntut untuk berpikir mengenai makna lagu tersebut dari perspektif kita.Â
Dalam pemaknaan tersebut, diperlukan pengetahuan vokabulari yang cukup dalam. Dampaknya, kita dipancing untuk meningkatkan pengetahuan vokabulari kita.
Pada area inilah kemampuan literasi diperlukan. Artinya, kita perlu mendorong kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan mendengar agar pengetahuan vokabulari meningkat (National Literacy Trust dalam cambridgeassessment.org.uk, 2013:8).
Dalam konteks ini, mendengar lagu KLa menjadi pemancing literasi. Selanjutnya, kita dapat merespon pancingan tersebut dengan meningkatkan referensi bacaan, lebih sering menulis, lebih sering menonton tayangan yang berkualitas, dan meningkatkan kemampuan public speaking.
Penulis sendiri merasakan manfaat ini. Sejak mendalami KLa saat SMA, mendengar lagunya memancing penulis untuk membaca liriknya. Setelah membaca liriknya, memang benar loh.Â
Otak penulis langsung berusaha memaknai susunan kata tersebut. Lantas, repositori pikiran ini mengaitkan larik-larik tersebut dengan apa yang pernah penulis alami.