Tanpa terasa, tahun 2019 akan berakhir. Kita akan memasuki sebuah dekade baru yang penuh ketidakpastian. Berbagai guncangan akan terjadi karena resesi ekonomi global 2020, Brexit pada 31 Januari 2020, proses pemakzulan Presiden Trump yang terus berjalan menjelang pemilu, dan lain sebagainya.Â
Namun, seluruh peristiwa ini belum ada apa-apanya dibanding prediksi dari seorang John Maynard Keynes.
Pada tahun 1930, ekonom Bloomsbury Set ini menulis sebuah esai berjudul Economic Possibilities for Our Grandchildren. Dalam esai tersebut, Keynes memaparkan prediksinya mengenai perekonomian dunia seabad mendatang.Â
Dengan kata lain, Beliau "meramal" bagaimana peradaban manusia akan memenuhi kebutuhannya di tahun 2030. Lantas, bagaimana bunyi ramalan tersebut?
Pertama, pertumbuhan ekonomi akan melibas habis kemiskinan. Keynes yakin bahwa pertumbuhan ekonomi akan menciptakan kemakmuran bagi seluruh umat manusia.Â
Kemakmuran ini hampir semua orang miskin akan diangkat derajat ekonominya. Keynes menyebutnya sebagai a society in abundance di mana semua orang memiliki penghidupan yang layak.
Kedua, manusia akan memiliki aspirasi untuk mencapai the authentic art of living. Seni otentik kehidupan di sini adalah orientasi manusia untuk mencari pengetahuan, keindahan, cinta, dan lain sebagainya.Â
Dengan kata lain, mencari uang tidak lagi menjadi the main driving force peradaban manusia. Kita justru hidup untuk menggapai aspirasi yang lebih tinggi dari kebutuhan material semata.
Ketiga, waktu kerja manusia akan berkurang hingga tiga jam/hari. Mengapa? Sebab pekerjaan hanya dipandang sebagai sebuah keperluan hidup.Â
Pandangan ini adalah sebuah kontradiksi dari argumen produktivisme. Sehingga, Keynes memandang bahwa kapitalisme produktivis saat ini adalah sebuah fase sementara yang akan "dilompati" pada tahun 2030.