Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Proteksionisme Dagang adalah Kebodohan Ekonomi

2 Agustus 2019   14:50 Diperbarui: 2 Agustus 2019   14:54 3887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disinilah pedang yang menusuk ke dalam dimulai. Proteksionisme menyakiti kompetitifitas produsen, akses pasar bagi produsen, dan konsumen. Akibat proteksionisme, produsen menjadi bergantung pada halangan perdagangan untuk menjadi kompetitif. Selain itu, kurungan proteksionisme juga menghalangi produsen untuk mendapatkan bahan baku dan konsumen dari luar negeri.

Ketika produsen tidak kompetitif secara riil dan tidak memiliki akses luas terhadap bahan baku murah dan konsumen asing, harga output mereka pasti meningkat. Ditambah dengan produk impor yang sengaja dibuat mahal, harga output secara makro semakin tinggi. Akhirnya, terjadi inflationary spiral dalam perekonomian yang mengurangi daya beli konsumen secara drastis.

Proteksionisme menciptakan dependensi produsen domestik terhadap tarif. Ia menyunat akses produsen terhadap bahan baku impor dan pasar luar negeri yang kompetitif. Both nurtures corporate welfare. Paling parahnya, proteksionisme mengurangi daya beli konsumen di dalam negeri. Maka, menerapkan proteksionisme dagang adalah kebijakan ekonomi yang bodoh.

Apakah itu tindakan yang patriotis? Jelas tidak! Dependensi terhadap pemerintah dan berkurangnya akses produsen terhadap foreign markets menjadikan produsen dalam negeri terisolasi. Ia bak katak dalam tempurung. Output nya hanya mampu terjual secara kompetitif pada konsumen domestik. Sementara, mereka tidak memiliki pilihan input yang kompetitif dari pasar luar negeri.

Akhirnya, produsen domestik menjadi seperti judul lagu Tetty Kadi, layu sebelum berkembang. Sungguh berbanding terbalik dengan legitimasi patriotisme di awal.

Apalagi mengurangi daya beli konsumen domestik. Ini sama saja dengan membuat hidup rakyat semakin susah. Ketika daya beli berkurang, angka kemiskinan bertambah karena banyak orang yang mendekati garis kemiskinan mengalami kejatuhan daya beli. Selain itu, semakin sedikit pendapatan masyarakat yang bisa dialokasikan untuk tabungan dan investasi. Padahal, keduanya adalah kunci pertumbuhan ekonomi.

Jadi, mengaku nasionalis-patriot? Jangan pernah mendukung kebijakan proteksionisme dagang. Ia adalah kebodohan ekonomi yang tidak patriotis. Justru, dukunglah kebijakan perdagangan bebas. Tunjukkanlah bahwa Indonesia adalah bangsa yang optimis, outward-looking, dan percaya akan kekuatannya untuk berkompetisi di ranah ekonomi dunia.

SUMBER

https://www.investopedia.com/terms/p/protectionism.asp. Diakses pada 2 Agustus 2019.

Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

Link: https://www.qureta.com/post/proteksionisme-dagang-adalah-kebodohan-ekonomi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun