Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Takut Kok Sama Komunis?

31 Juli 2019   13:03 Diperbarui: 31 Juli 2019   13:09 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah ini menghambat kemajuan bangsa kita. Bagaimana mungkin Indonesia bisa maju kalau penduduknya masih kurang literasi? Masih kurang membaca dan kurang menulis? Inilah pangkal masalah yang harus kita takuti. Literasi harus menjadi ujung tombak untuk membabat "setan-setan" yang menakuti negeri kita.

Selain itu, kurangnya literasi membuat anggota masyarakat mudah termakan hoaks. Ketika melihat sebuah berita di Facebook, Twitter, atau group WA, kita tidak mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Kita enggan mengecek sampai ke sumber yang paling akurat. Asal menghebohkan, main forward dan share saja kesana-sini.

Tindakan inilah yang membuat hoaks menyebar di masyarakat. Bagai api yang merembet di semak-semak. Rembetan inilah yang membuat berbagai bentuk irasionalitas dapat tumbuh di masyarakat. Termasuk ekstremisme agama yang kita lihat akhir-akhir ini.

Ekstremisme agama di Indonesia merebak karena fenomena Ulama/Ustadz dadakan. Biasanya, Ulama/Ustadz dadakan dicirikan oleh kecenderungannya untuk menebar kebencian. Selain itu, mereka juga suka mengkafirkan penganut agama lain, bahkan saudara seagama yang berbeda pendapat (Hidayat dalam kupang.tribunnews.com, 2019).

"Hanya pendapat saya yang benar. Pendapat pihak lain itu haram," begitulah mentalitas mereka. Mentalitas ini dibawa ke dalam kegiatan kajian agama/dakwah yang mereka bawakan. Dampaknya, muncul suatu pemahaman yang sempit tentang agama Islam. Padahal, Islam sejatinya mengandung nilai-nilai universal yang mengayomi seluruh umat manusia.

Akhirnya, pemahaman yang sempit menciptakan ekstremisme di antara para pengikut Islam. Inilah yang memungkinkan peristiwa Pemboman Surabaya 2018 terjadi. Bayangkan saja, satu keluarga (ayah, ibu, dan anak) melakukan bom bunuh diri untuk "berjihad". Jelas, konsepsi yang salah tentang jihad ini muncul dari ekstremisme agama yang tertanam di keluarga tersebut. Menakutkan, bukan?

Jadi, takut kok sama komunis? Itu sama saja dengan gajah ketakutan melihat bangkai tikus. Silly and embarrassing. Seharusnya, bergidiklah melihat kurangnya literasi masyarakat kita. Waspadalah terhadap hoaks di media sosial. Takutilah ekstremisme yang tumbuh di masyarakat kita.

Ketiga ketakutan ini akan memperkuat kekompakan kita sebagai bangsa. Kompak untuk memajukan Indonesia sebagai Bumi Pancasila yang inklusif dan toleran.

SUMBER
jatim.suara.com. Diakses pada 30 Juli 2019.

cnnindonesia.com. Diakses pada 30 Juli 2019.

tirto.id. Diakses pada 30 Juli 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun