Sejarah adalah rangkaian cerita dari orang-orang hebat. History is the study of great men. Kebanyakan sosok-sosok hebat itu adalah pemimpin yang mengubah dunia. Latar belakang mereka pun bermacam-macam. Ada yang memang keturunan ningrat seperti Ratu Elizabeth 1 dan Ratu Kalinyamat. Tetapi, ada juga yang hanya anak seorang pedagang kelontong dan penjahit seperti Margaret Thatcher.
Tetapi, ada satu latar belakang yang (hampir) selalu menghasilkan pemimpin-pemimpin hebat. Mayoritas pemimpin dari latar belakang ini menjadi household names. Mereka selalu dikenang dan sulit dilupakan oleh dunia. Apa latar belakang tersebut?
Penulis. Iya, pemimpin dunia yang sebelumnya menjadi penulis. Umumnya, mereka sudah menelurkan berbagai karya tulis sebelum menduduki kursi kepemimpinan negaranya. Mulai dari artikel sampai buku berjilid-jilid. Seperti Sukarno, Winston Churchill, dan dalam dinamika dunia saat ini, Boris Johnson.
Mari kita mulai dengan mengupas Pemimpin Besar Revolusi kita.
Sejak muda, Bung Karno dikenal sebagai intelektual yang aktif menulis. Saking aktifnya, Beliau sampai membuat lebih dari 500 artikel dan komentar dalam surat kabar Oetoesan Hindia (berdikarionline.com, 2019). Tulisan-tulisan itu banyak membahas pergerakan kemerdekaan, kecacatan imperialisme, kolonialisme, dan lain sebagainya. Dari tulisan-tulisan itu, Bung Karno berteriak melawan penjajah.
Teriakan dari goresan pena ini membuat Bung Karno keluar-masuk penjara. Tetapi, Beliau tidak pernah menjadikan itu halangan. Justru, Beliau kekeuh menulis dalam berbagai media. Mulai dari koran sampai majalah. Dalam tulisan-tulisan itu, terkandung ide-ide Beliau yang revolusioner. Banyak konsepsi yang kita kenal sekarang berawal dari tulisan-tulisan tersebut. Mulai dari Pancasila sampai Nasionalisme Indonesia.
Coba kalau Beliau tidak menulis sama sekali? Mungkin bangsa kita tidak akan pernah merdeka.
Sementara, Winston Churchill melangkah lebih jauh. Beliau adalah seorang jurnalis di masa muda. Seorang jurnalis yang sering turun langsung menjadi koresponden perang. Korespondensi ini Beliau lakukan sambil menjadi tentara membela Imperium Britannia. Pekerjaan kepenulisan ini begitu beresiko. Bahkan, Beliau pernah ditangkap oleh pasukan Boer pada Perang Anglo-Boer tahun 1899.
Saat Churchill kembali ke Inggris, Beliau mengumpulkan tulisan-tulisan korespondensi tersebut. Setelah disunting, Beliau menerbitkannya menjadi sebuah buku. Seperti The Story of Malakaland Field Force, The River War, dan lain sebagainya. Sampai saat ini, buku-buku tersebut menjadi referensi historis bagi peristiwa yang terkait (winstonchurchill.org, 2019).
Bahkan, setelah Beliau pensiun sebagai Perdana Menteri Inggris, Churchill tetap aktif menulis. Selain melukis, menulis menjadi safety valve yang menjaga Beliau tetap eling. Bahkan, Beliau menerbitkan buku 4 volume berjudul A History of English-Speaking Peoples. Dalam 1412 halaman, Beliau merangkum sejarah Bangsa Inggris secara personal (winstonchurchill.org, 2019).
Selama hidupnya, Beliau menelurkan 43 buku. Ini menunjukkan kecintaan Beliau terhadap ranah kepenulisan. Menulis memberikan Beliau kesempatan untuk mengembangkan alam pemikiran dan menorehkan warisan abadi kepada sejarah. "History will be kind to me for I intend to write it."