Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Jadi Inginnya Kabinet Milenial atau Kabinet Meritokratik?

19 Juli 2019   21:58 Diperbarui: 21 Juli 2019   02:11 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Full of integrity. Viable working plan. Unafraid to be unpopular. A disruptor. Empat kriteria utama inilah yang harus digunakan Presiden Jokowi. Terutama dalam menyeleksi nama-nama kader muda yang sudah banyak dikirimkan kepada Beliau. Sehingga, pemilihan para millennials yang masuk ke dalam kabinet menjadi merit-based. Tidak hanya relation-based semata.

Mengapa? Banyak nama-nama millennials yang diajukan adalah relasi dari elit-elit partai koalisi pemerintah. Bahkan, lima nama terkuat di antara mereka, semuanya anak ketua umum (ketum) partai koalisi pemerintah (makassar.tribunnews.com, 2019). Hal ini jelas menimbulkan sebuah spekulasi di masyarakat. Bahwa menteri millenial baru Jokowi dipilih karena mereka anak ketum partai koalisi.

Apakah berarti mereka tidak boleh masuk kabinet? Bukan. Anak ketum partai koalisi sangat diperbolehkan masuk ke dalam kabinet. Apalagi pemilihan menteri adalah hak prerogatif presiden. 

Tetapi, para millennials ini tidak boleh masuk kabinet hanya atas posisi orangtuanya semata. Mereka harus diadu dengan kandidat-kandidat lain berdasarkan empat kriteria di atas.

Jika ada kandidat yang layak untuk dipertimbangkan, segera nilai kelayakan mereka sebagai menteri melalui empat kriteria di atas. Tidak peduli muda maupun tua. Profesional maupun politisi. Beragama mayoritas maupun minoritas. Suku mayoritas maupun minoritas. Itu semua bukan penghalang untuk menjadi seorang menteri yang baik.

Sehingga, menteri millenial yang masuk kabinet adalah best of the best. Alias Meritocratic Millennials. Millennials yang mampu menjadi agen disrupsi serta mendorong sweeping reforms yang ingin dipercepat pemerintah. Sehingga, Kabinet Kerja Jilid 2 tidak hanya menjadi kabinet millenial. Ia juga menjadi sebuah kabinet meritokratik yang mendorong the best change-makers to amplify the winds of change.

Akhirnya, kabinet meritokratik inilah yang kita perlukan untuk mencapai Visi Indonesia Maju.

SUMBER

cnnindonesia.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
kompas.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
bloomberg.com. Diakses pada 19 Juli 2019.
tribunnews.com. Diakses pada 19 Juli 2019.

*) Disclaimer: Tulisan ini sudah terbit di laman Qureta penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun