Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Indonesia Mengalami "Brain Drain"?

8 Juli 2019   18:56 Diperbarui: 8 Juli 2019   19:12 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: coe.int/en/web/portal/-/brain-drain

Hari ini, jagat maya kembali dihebohkan oleh sebuah kabar dari keluarga Audrey Yu Jia Hui. Ternyata, keluarga mengklarifikasi bahwa caption pemberitaan Audrey Yu adalah hoax. Putri kelahiran Surabaya itu tidak bekerja di NASA atau bertemu Presiden Jokowi di G-20. Ia juga tidak diminta oleh Presiden untuk bekerja di BPPT. Hati penulis mengatakan, "Sayang ya," saat mendengar kabar ini.

Sayang karena ternyata pemberitaan bernada positif ini tidak benar. Sayang juga ada pihak yang menyebarkan hoax yang sudah begitu meracuni media sosial kita. Tetapi, kabar ini juga kembali menyadarkan penulis akan sebuah penyakit. Penyakit yang sudah lama menjangkiti negara kita. Bahkan berbagai upaya rezim ini belum menyembuhkannya secara total.

Apa penyakit itu? Ia bernama Brain Drain. Istilah ini adalah sebuah slang yang menggambarkan emigrasi skala besar dari penduduk terdidik/professional di suatu negara (merriam-webster.com, 2019). Umumnya, mereka melakukan emigrasi untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Khususnya di negara-negara maju yang lebih menghargai talenta mereka secara finansial.

Mengapa bisa demikian? Negara-negara maju memiliki perekonomian yang padat modal. Padat modal disini tidak hanya financial capital intensive. Tapi juga human capital intensive. Perusahaan-perusahaan mereka bersaing sengit untuk mendapatkan the most brilliant mind for the business. Mulai dengan tinggi-tinggian gaji pokok sampai menawarkan jaminan hidup yang menyeluruh.

Melihat penjelasan di atas, kita bisa mengetahui mengapa Indonesia mengalami Brain Drain. Indonesia mengalami penyakit ini karena kerangka kerja perekonomiannya belum capital-intensive. Ia belum memberikan ruang yang cukup bagi individu terdidik untuk memaksimalkan talenta mereka. Khususnya, memaksimalkan talenta mereka untuk keuntungan ekonomi pribadi.

"Isn't your research marvelous? Isn't your inventive genius terrific? And I say, aren't your profits good?" Tandas Margaret Thatcher saat membuka suatu pameran teknologi. Pernyataan ini menekankan suatu hal yang selama ini banyak kita lupakan. Percuma saja suatu negara mempunyai sosok-sosok inovatif dan terdidik, kalau mereka tidak mampu memeroleh keuntungan dari inovasi tersebut.

Maka dari itu, perekonomian Indonesia harus segera berbenah. Perekonomian kita perlu menyesuaikan diri untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi para inovator. Ini perlu dilakukan, agar manusia-manusia Indonesia yang inovatif bisa bertumbuh di negaranya sendiri. Tidak lagi diambil oleh negara-negara lain dan menciptakan Brain Drain.

Bagaimana cara membenahinya? Pertama, pemerintah harus membuat satu agensi khusus untuk mempercepat waktu pembukaan bisnis. Kedua, para penegak hukum harus lebih serius dalam menangani plagiarisme dalam dunia bisnis. Ketiga, pemerintah harus melakukan lelang jabatan dalam membentuk Lembaga Pengelola Dana Riset.

Mari kita mulai dari usulan pertama. Bisnis adalah satu wadah di mana para inovator menyebarkan inovasinya kepada masyarakat. Semakin mudah membuka bisnis di suatu negara, semakin banyak pula inovator yang muncul ke muka. Masalahnya, membuka bisnis di Indonesia bukanlah proses yang mudah. Butuh 10 prosedur dengan waktu 20 hari (doingbusiness.org, 2019).

Sepuluh prosedur ini melibatkan tujuh agensi. Mulai dari notaris sampai Kementerian Hukum dan HAM. Ini jelas terlalu rumit, lama, dan tidak efisien. Proses ini harus dirombak total. Cukup satu lembaga saja yang mengurusi pembukaan bisnis. Lembaga ini harus beroperasi secara online untuk mempermudah pendaftaran bisnis. Seperti Companies Office di New Zealand atau ACRA di Singapura.

Ketika proses membuka bisnis semakin singkat dan mudah, akan semakin banyak bisnis yang bermunculan. Termasuk start up yang ingin menciptakan disrupsi dalam perekonomian. Mereka  pasti memerlukan para inovator untuk menciptakan produk maupun jasa yang inovatif bagi konsumen. Sehingga, fenomena Brain Drain bisa diminimalisir.

Usulan yang kedua berhubungan dengan penegakkan payung hukum hak paten. Selama ini, banyak inovator yang 'takut' berinovasi di Indonesia karena banyak plagiarisme. Kepolisian dan Kemenkumham harus lebih proaktif dalam menyintas plagiarisme di Indonesia. Ia sama daruratnya seperti korupsi di negeri ini.

Adanya upaya penegakan hak paten yang lebih proaktif akan menumbuhkan kepercayaan dalam diri para inovator. Mereka percaya bahwa negara hadir untuk melindungi kekayaan intelektual mereka. Juga menghargai betapa berharganya kekayaan tersebut bagi pembangunan bangsa. Sehingga, para inovator Indonesia semakin semangat untuk mengembangkan inovasi di negeri ini.

Usulan yang ketiga berhubungan dengan pengelolaan Lembaga Pengelola Dana Riset (LPDR) yang diusulkan Presiden Jokowi. Lembaga ini harus dikelola oleh PNS-PNS yang ahli dalam bidang riset. Jika tidak, percuma saja lembaga ini dibentuk. Ia bisa menjadi sebuah bureaucratic monolith yang justru menghambat inovasi dan inovator di Indonesia

Disinilah sistem Lelang Jabatan menjawab masalah rekrutmen di atas. Lelang Jabatan adalah sebuah model rekrutmen yang membandingkan kompetensi, kualifikasi, dan persyaratan sebuah jabatan dengan pegawai (Purnama, 2018:40). Sederhananya, sistem ini adalah sebuah ability-based recruitment yang memastikan bahwa PNS yang paling mampu menempati posisi yang layak.

Sehingga, LPDR pun bisa mengelola dana riset secara efisien. Selain itu, ia juga lebih responsif dan memerhatikan kebutuhan para inovator dan pengembangan inovasi di Indonesia. Sebab setiap PNS yang kinerjanya tidak bagus, langsung pecat! Lelang kembali saja jabatan tersebut untuk mendapatkan pegawai yang lebih baik. Sehingga, dinamisme LPDR sebagai institusi tetap terjaga.

Ketiga usulan ini hanyalah sebagian kecil solusi untuk menghentikan Brain Drain. Ia tidak akan mampu menyudahi Brain Drain dalam waktu semalam. Tetapi, ketiganya pasti memberikan ruang yang lebih luas bagi para inovator dalam perekonomian Indonesia. Sebab berinovasi di Indonesia menjadi lebih menguntungkan, aman, dan disokong oleh pemerintah yang pro-inovator.

SUMBER

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun