Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pajak Karbon, Inovasi Solusi Atasi Polusi

3 Juni 2019   08:54 Diperbarui: 3 Juni 2019   09:05 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam jangka panjang, konsumen pasti enggan membeli produk dengan emisi karbon tinggi. Lebih mahal soalnya, kan? Selanjutnya, distributor memiliki insentif untuk melakukan metode distribusi yang ramah lingkungan. 

Produsen juga memiliki insentif untuk memotong emisi karbon dalam proses produksinnya. Akhirnya, seluruh value chain terdorong untuk mengurangi emisi karbon dalam kegiatan ekonomi. 

Dibandingkan dengan membuat regulasi baru, pajak karbon tidak menimbulkan pasar gelap, lebih mudah diawasi, dan memberikan net gain bagi pemerintah maupun value chain. Mengapa demikian? 

Untuk menggambarkannya, mari kita umpamakan karbon sebagai daging ayam. Jika pemerintah membuat regulasi baru untuk membatasi konsumsi daging ayam, regulasi itu pasti gagal. Mengapa? Pertama, pemerintah tidak akan mampu mengawasi seluruh aktivitas konsumsi daging ayam di masyarakat. Kedua, pasar gelap (black market) daging ayam pasti muncul dalam perekonomian. 

Lihat saja Berlin pasca Perang Dunia Kedua. Pasar gelap marak bermunculan karena pembatasan konsumsi (rationing) dan pengendalian harga (price controls) dari Otoritas Sekutu. Penduduk menggunakan rokok Amerika dan Cognac sebagai alat tukar. Mereka melakukannya untuk mendapatkan barang-barang yang sulit didapatkan di pasar resmi. 

Ketiga, regulasi ini pasti membutuhkan corrective action yang inefisien untuk mengatasi dua kegagalan sebelumnya. Pemerintah perlu mengadakan pengawasan tambahan di pasar daging ayam, yang pastinya perlu biaya. Biaya itu tidak ditanggung oleh pemerintah; Kita sebagai pembayar pajak yang menanggungnya. 

Hal yang sama juga terjadi pada karbon. Regulasi pembatasan emisi karbon sama saja dengan menciptakan pasar gelap dan pengawasan tambahan. Pada akhirnya, pemerintah merugi karena belanja publik yang meningkat. Kita juga merugi karena harus membayar peningkatan tersebut. 

Mari kita bandingkan dengan penerapan pajak karbon. Dengan menelurkan kebijakan ini, pemerintah mengirimkan sebuah sinyal yang jelas pada sektor privat; We are not fiddling with your business. 

Tetapi, pemerintah akan memengaruhi pengambilan keputusan ekonomi mereka, dengan mengenakan pajak bagi emisi karbon sebagai eksternalitas negatif. 

Sehingga, implementasi pajak karbon tidak akan menimbulkan pasar gelap. Mengapa? Emisi karbon tidak dibatasi melalui legal enforcement. Value chain dibebaskan untuk mengeluarkan emisi karbon sesukanya. Tetapi, mereka harus siap untuk menanggung pajak yang lebih tinggi, dan membuat output mereka menjadi kurang kompetitif. 

Selain itu, pajak karbon juga lebih mudah untuk diawasi. Instrumen ini memiliki indikator dan mekanisme pengawasan yang jauh lebih jelas. Indikator yang digunakan adalah emisi karbon yang dihasilkan oleh operasional suatu unit ekonomi. Sementara, mekanisme pengawasannya sama seperti pajak tidak langsung lainnya, yang menggunakan sistem self-assessment. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun